Tabloid Obor Rakyat adalah bukan karya jurnalistik, karenanya apapun yang ada di dalam media itu diminta untuk tak dibesar-besarkan. Ini setidaknya hasil diskusi elemen masyarakat dan relawan yang digelar berbagai aktivis, Jumat (20/6/2014).
“Dewan pers telah tegas menyatakan Obor Rakyat bukan karya jurnalistik, sehingga memang tak perlu dibesar-besarkan,” kata Lutfil Hakim, praktisi media yang juga mantan jurnalis Bisnis Indonesia ini.
Sesuai dengan Undang-udang pers nomor 40 tahun 1999 memang mengharuskan media massa memiliki badan hukum dengan domisili kantor yang jelas serta identitas wartawan yang jelas.
Sedangkan Obor Rakyat terbukti tak memiliki kantor yang jelas serta identitas penulisnya juga dipalsukan. Sehingga apapun karya yang tertulis di dalam tabloid ini bisa dipastikan bukan sebagai produk jurnalistik.
“Ini bukan apa-apa, bukan media resmi, juga bukan media sosial. Kalau media resmi maka terikat UU pers, dan kalau media sosial seperti facebook terikat UU ITE, jadi ini memang bukan apa-apa,” ujarnya.
Karenanya, Lutfi lebih menilai Obor Rakyat hanyalah selebaran biasa yang tak memiliki pengaruh. Apalagi Obor Rakyat juga hanya dicetak 100 ribu eksemplar. Jika satu majalah obor rakyat dibaca 10 orang misalnya, maka jangkauan Tabloid ini hanya satu juta, artinya jangkauannya memang cukup sedikit sebagai agen propaganda.
Selain Lutfil Hakim, diskusi dengan tema “Pilpres 2014 dan Pembiaran Anarkhisme Media” ini juga dihadiri beberapa narasumber lainnya diantaranya Rosdiansyah pengamat komunikasi politik, Petrus aktivis yang juga mantan jurnalis, Ismet Rama perwakilan LSM, serta beragam aktivis, mahasiswa serta praktisi media lainnya. (fik/ipg)
Teks Foto :
-Diskusi Obor Rakyat.
Foto : Taufik suarasurabaya.net