Agus Mahfudz Fauzi pengamat sosiologi politik asal Universitas Negeri Surabaya menilai, masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur 2018 merupakan momentum calon Gubernur dan Wakil Gubernur untuk bersikap rendah hati.
“Para kandidat, baik cagub maupun cawagub harus selalu rendah hati karena kemungkinan mereka yang terpilih. Saat masa tenang inilah momentumnya,” ujarnya ketika dikonfirmasi wartawan di Surabaya, Senin (25/6/2018).
Masa tenang Pilkada Jatim berlangsung tiga hari, yakni Minggu-Selasa (24-26 Juni 2018). Selama itu, para tim sukses maupun kandidat dilarang berkampanye atau mempengaruhi masyarakat untuk memilih pasangan calon tertentu.
Menurut dia, di Jawa Timur ini masih berlaku pepatah Jawa “Dipangku akan Mati”, yang artinya ketika ada orang pintar dan sombong, maka tidak akan disukai oleh orang. Namun ketika orang itu bisa memangku dengan caranya, kemungkinan akan terpilih.
“Pasangan nomor 1 dan nomor 2 itu sama hebatnya, tapi ketika orang melihat kesombongan maka akan sangat mungkin ditinggal. Karena itulah, para kandidat harus bisa merendahkan hati jika ingin merebut hati masyarakat Jatim,” ucapnya dilansir Antara.
Sementara itu, ia juga menyampaikan masa tenang adalah proses bagaimana pemilih bisa merenung siapa yang paling layak. Termasuk melihat rekam jejak selama masa kampanye dari para kandidat tentang mana yang dianggapnya layak memimpin Jatim.
“Banyak rekaman, bahkan bisa disaksikan melalui Youtube sehingga masyarakat bisa melihat kembali, kemudian memantapkan pilihannya,” kata akademisi yang juga mantan komisioner KPU Jatim tersebut.
Pilkada Jatim digelar 27 Juni 2018 untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2019-2024 diikuti dua pasangan calon, yakni Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dengan nomor urut 1, dan Gus Ipul-Puti Guntur Soekarno nomor urut 2.
Pasangan nomor 1 merupakan calon dari koalisi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, Hanura dan NasDem. Sedangkan pasangan nomor 2 adalah calon dari gabungan PKB, PDI Perjuangan, PKS serta Gerindra. (ant/tna/ipg)