Debat pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya pada akhir sesi sempat memanas. Di sesi ke-4 itu masing-masing paslon diberi kesempatan untuk saling tanya dan menyanggah.
Rasiyo calon walikota nomor 1 yang mendapat giliran pertama lebih agresif mengkritik kebijakan paslon Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana selama lima tahun memimpin Surabaya, khususnya di bidang pendidikan dan pengangguran.
Menurut Rasiyo, jumlah pengangguran di Surabaya masih tinggi. Tercatat, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), 2014 jumlah pengangguran terbuka di Surabaya mencapai 83 ribu, naik dibanding tahun sebelumnya sebanyak 75 ribu.
“Pemimpin itu harus bisa mensejahteran masyarakatnya. Penghargaan dunia apa gunanya kalau masyarakat tidak sejahtera,” kritik Rasiyo.
Menjawab pertanyaan kritis dari Rasiyo, Risma menjawabnya dengan memaparkan data kemiskinan yang semakin menurun dari tahun ke tahun dan pertumbuhan ekonomi meningkat 7,8 persen.
“Yang bisa diukur itu indeks pembangunan manusia,” kata Risma.
Mendengar paparan Risma, Rasiyo kecewa karena merasa jawaban tidak konteks dengan yang ditanyakannya. “Jawaban tidak konteks dengan pertanyaan. Mohon dijawab sesuai data, jumlah pengangguran terbuka di Surabaya,” desak Rasiyo.
Melihat debat memanas, Rosiana Silalahi moderator memberi kesempatan untuk Risma menjawab berdasarkan data yang kemudian dibacakan Whisnu. Tapi, Rasiyo tetap tidak puas dan terus mendesak data pengangguran terbuka sesuai BPS.
Merasa didesak untuk menjawab, Risma akhirnya berbicara panjang tentang pengertian pengangguran. Menurutnya, di Surabaya tergolong unik karena banyak warganya yang bekerja non formal dengan UMKM.
“Di Surabaya ini, 98 persen sektor usaha didukung oleh usaha non formal. Apa itu pengangguran. Surabaya itu unik. Surabaya itu kota besar tapi dukungan sektor non formal besar. Surabaya juga disupport kampung-kampung UKM meski disebut metropolitan. Apa itu pengangguran,” papar Risma.(bid/iss/fik)