Perdebatan Rasiyo dan Risma dalam sesi ke-4 Debat Publik, juga mengulas tentang persoalan pendidikan di Surabaya. Rasiyo menjawab pertanyaan Whisnu Sakti Buana soal perbedaan besaran anggaran pendidikan antara Surabaya dan Provinsi Jawa Timur, dengan data output pendidikan.
Pria yang maju bersama Lucy Kurniasari ini mengatakan, besarnya anggaran pendidikan di Surabaya, ternyata tak sebanding dengan hasilnya. Menurut Rasiyo, kualitas pendidikan di kota Surabaya berada diperingkat 33 di Jatim, masih kalah dengan Malang, Kediri dan Madiun.
“Kualitas pendidikan itu jangan dilihat dari besaran anggarannya. Tapi harus dilihat dari hasilnya,” kata Rasiyo menjawab pertanyaan Wisnu Sakti Buana cawawali dari PDI Perjuangan.
Selain itu, kata Rasiyo, selama lima tahun berada di bawah kepemimpinan Risma, banyak guru-guru yang mengalami tekanan dalam mengajar. Banyak yang gusar dan khawatir mereka akan dimutasi. Padahal usia mereka sudah hampir pensiun.
“Akibat kebijakan mutasi itu, ada 9 guru yang meninggal dunia karena stress,” ujar Rasiyo.
Menurut Rasiyo, hak dan kewajiban guru harus diperhatikan dengan baik. Tapi, selama ini guru-guru di Surabaya lebih banyak bergelut pada persoalan-persoalan administratif. Sehingga hal-hal yang penting seperti peningkatan kualitas belajar terbengkalai.
Mantan sekretaris daerah (sekdaprov) Jatim itu juga mengkritik Pemkot selama dipimpin Risma tidak pernah memperhatikan Madrasah Diniyah (Madin). “Madin ini juga penting dalam peningkatan kemampuan spiritual manusia,” kata Rasiyo.
Rasiyo juga menyinggung kualitas pendidikan Surabaya masih suram, karena hampir 45.000 orang masuk kategori buta huruf. “Anggaran pendidikan kota Surabaya itu Rp1,2 triliun.Tapi ternyata dana itu habis hanya untuk biaya operasional. Kalau saya jadi walikota, saya akan tingkatkan anggaran pendidikan dan biaya operasional akan kami cek lagi,” kata Rasiyo.
Menjawab argumentasi Rasiyo, Risma calon nomor urut 2 mengakui bahwa nilai Ujian Nasional (UN) kota Surabaya jeblok, tapi jumlah lulusan SMA ataupun SMK yang masuk ke perguruan tinggi sangat tinggi.
Terkait anggaran pendidikan, calon petahana itu mengaku hanya mengikuti amanat konstitusi yang mensyaratkan alokasi anggaran pendidikan 20 persen dari total APBD. Risma mengaku tidak berani untuk tidak sesuai dengan UU. Selama ini pihaknya juga tidak pernah membeda-bedakan antara sekolah negeri dengan swasta.
“Kami juga memberi kuota sebesar 2 persen bagi siswa luar Surabaya untuk bersekolah di Surabaya. Selain itu, kami juga memberi beasiswa bagi lulusan SMA untuk bisa sekolah penerbangan,” katanya.(bid/fik)