Judul Buku : From Beirut to Jerusalem
Penulis : dr Ang Swee Chai
Halaman : 656 halaman
Penerbit : Mizan Media Utama, cetakan II 2007
Bagi seorang dokter, menulis memori perjalanan yang dilakukan 6 tahun lalu di saat Israel menghancurkan Palestina memang tidaklah mudah. Namun dr Ang Swee Chai berusaha mengingat secara detil apa yang pernah dilihat, dilakukan dan didengar sendiri suara-suara bom saat jatuh di bumi Palestina.
Perjalanan dari Beirut ke Jerusalem bagi dr Ang Swee Chai, merupakan pengalaman yang tidak bernilai. Berkat dukungan teman-teman senasib seperjuangan, “Tears of Heaven” menjadi ‘hadiah’ tidak ternilai bagi masyarakat Palestina. Fakta sejarah yang ditulis oleh seorang dokter spesialis bedah.
Sinopsis :
Musim panas 1982 menjadi babak baru bagi dr Ang Swee Chai melihat langsung kebrutalan Israel terhadap penduduk muslim di Beirut. Kebrutalan Israel tidak hanya menghancurkan kapal Palang Merah Internasional tapi juga seluruh rumah sakit dan klinik.
Penyiksaan perang yang disulut tentara Israel, hanya menyisakan “Sindrom Awal Reagan ‘ yakni anak-anak yang masih shock akibat perang. Mereka tampak kurus dan ketakutan, bengong, menolak makanan dan minuman.
Sindrom Awal Reagan artinya satu atau dua tungkai yang buntung, sebuah luka besar di dada yang menyebabkan anak-anak itu kehilangan sebelah paru-paru mereka dan sebuah luka memanjang di perut yang menyebabkan hilangnya hati, limpa dan ginjal. Semua luka itu, disertai pula luka patah tulang terbuka yang mengalami infeksi. (halaman 92).
Memori dr Ang Swee yang tidak kalah serunya saat pagi hari 15 September 1982. Raungan suara pesawat yang melintas di atas, dari Laut Tengah menuju lokasi kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila. Rumah sakit Gaza dikepung tentara Israel yang hanya berjarak ¾ km dari rumah sakit.
Orang-orang sipil terlihat ketakutan dan mulai berlarian ke rumah sakit, korban mulai berdatangan. Yang pertama adalah seorang wanita yang tertembak di siku lengannya. Semua sendi yang menopang sikunya hilang sehingga tampak diantara robekan daging yang berlumuran darah (halaman 141).
Penderitaan yang dialami korban kebengisan Israel ini, membuat Ang Swee bersama rekan-rekannya membentuk Medical Aid for Palestinians (MAP). Tujuan utamanya adalah membantu bangsa Palestina yang terus berjuang melawan kekejaman yang berlangsung sampai saat ini.
Deskripsi :
Bagi dr Ang Swee Chai orang Palestina adalah teroris. Tapi kenyataannya justru yang menjadi teroris adalah Israel yang sebelumnya didukung baik karena latar belakang religinya.
Fakta yang ada di depan matanya, meluluhlantakkan kepercayaannya. Ia putuskan untuk membuktikan sendiri dengan menjadi sukarelawan medis di Beirut. Di sana, di kamp pengungsian Palestina, dr.Ang Swee menjadi saksi Pembantaian Sabra-Shatila, akhirnya ia menemukan jawaban. Ia berbalik memihak rakyat Palestina, memihak keadilan dan kemanusian.
Sosok dokter kelahiran Malaysia ini memang patut diteladani. Tidak hanya dalam menjalankan tugas kemanusiaan, tapi kepribadiannya dalam menilai setiap langkah yang ada di sekitarnya. Buku ini cocok dibaca bagi siapa saja yang ingin mengetahui bagaimana Israel menancapkan kekejamannya pada masyarakat muslim di Palestina.