“Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang shalih, kemudian disusul oleh orang-orang yang mulia, lalu oleh orang-orang yang mulia berikutnya. Seseorang diuji sesuai dengan kadar pengamalan agamanya. Bila dalam mengamalkan agamanya ia begitu kuat, maka semakin kuat pula cobaannya.”(HR.Imam At-Tirmidzi No.3298-HR. Imam Ahmad I/172).
Penggalan hadist ini menggambarkan perjuangan Agustinus Keinama atau yang akrab dipanggil Kei, saat memilih menjadi mualaf. Setelah memilih jalan Allah, pria asal Ambon ini diberi “kado” berupa dua cobaan berat di bulan Ramadhan.
Pertama, saudara-saudara Kei yang masih mengajaknya makan makanan haram dan minum anggur.
“Ini dulu makanan kesukaan saya. Tapi saya tidak menyentuh makanan itu seujung sendokpun, karena makan dan minum waktu puasa adalah lambang pembangkangan saya terhadap Allah,” kata Kei saat ditemui suarasurabaya.net di Jakarta.
Lolos dari ujian pertama. Ramadhan tahun 2013 tepatnya tanggal 28 Juli, cobaan berikutnya datang. Setelah dua tahun menunggu momongan, Kei mendapatkan kabar dari dokter bahwa bayinya yang akan lahir ini, harus melalui operasi caesar karena posisi bayi yang lehernya tersangkut di bagian rahim istrinya.
“Tidak berhenti di situ saja, waktu operasi caesar akan dilakukan, saya masih dapat kabar buruk. Ada cairan di kepala anak saya yang harus dikeluarkan lewat operasi. Dunia saya rasanya runtuh! Bayangkan, anak sekecil itu harus dioperasi,” kata pria yang juga lulusan Sekolah Tinggi Teologi Driakara Jakarta ini.
Melihat Kei yang saat itu shock dan emosional, dokter mencoba menghibur, “Yang terlihat dilayar monitor seperti itu, pak. Mudah-mudahan salah.”
Di saat sulit seperti ini, Kei tidak menyalahkan keadaan. Dia hanya ingat satu hal. Kuasa Allah. Dia bergegas ambil air wudhu dan sholat malam.
“Saya menangis, ya Allah.. Berikanlah istri saya dan anak saya keselamatan, ya Allah.. ”
Maha Suci Allah yang Maha Memberi Pertolongan, belum sampai Kei berdiri dari tempat sholatnya, dokter yang menolong persalinan istrinya memberi kabar gembira. “Istri dan anak saya sehat,” kata Kei. Cairan yang ada di kepala anak Kei, ternyata adalah gangguan pada layar monitor. Subhanallah.. Alhamdulillah..
Anak yang lahir itu diberi nama Ata Ramadan Keinama. “Alhamdulillah, Ata kini tumbuh sehat dan jadi anak yang cerdas, “Kata pria yang dulunya pernah menjadi pendeta dan kini menjadi pembimbing mualaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng Jakarta Pusat.
Bagi Kei, Ramadan 2 tahun lalu ini menjadi Ramadhan yang tidak terlupakan. Sampai saat ini, dia memaknai Ramadhan sebagai pengendali hawa nafsu dan detoksifikasi (proses membuang racun) yakni racun yang terlihat (fisik) dan racun yang tidak terlihat (mental). Sehingga, di bulan Ramadhan ini
pikiran kita dijernihkan, kita bisa berpikir tentang Keesean Tuhan dan sifat-Nya yang Maha Rahman dan Rahim. Aamiin.. (jos/ras/ipg)