![](https://www.suarasurabaya.net/wp-content/uploads/2024/06/Lagi-Korea-Utara-Kirim-720-Balon-Berisi-Sampah-ke-Korea-Selatan-170x110.jpg)
Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS) dan Shigeru Ishiba Perdana Menteri (PM) Jepang dalam pernyataan bersama menegaskan kembali komitmen “tegas” mereka pada, Jumat (7/2/2025), untuk “denuklirisasi penuh Korea Utara.”
Melansir Yonhap, Sabtu (8/2/2025), pernyataan bersama itu muncul di tengah Pyongyang menegaskan kembali bahwa senjata nuklirnya bukanlah alat tawar-menawar.
Setelah pertemuan puncak tatap muka pertama mereka, Jumat kemarin, Trump dan Ishiba mengeluarkan pernyataan, di mana kedua pemimpin menyuarakan kekhawatiran “serius” atas kemajuan program persenjataan Korea Utara, dan menggarisbawahi pentingnya kerja sama trilateral dengan Korea Selatan.
“Kedua pemimpin menyatakan keprihatinan serius dan kebutuhan untuk mengatasi program nuklir dan rudal Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) dan menegaskan kembali komitmen tegas mereka terhadap denuklirisasi lengkap DPRK,” kata mereka dalam pernyataan tersebut.
“Kedua negara menggarisbawahi perlunya untuk mencegah dan melawan aktivitas siber jahat DPRK dan peningkatan kerja sama militer DPRK dengan Rusia. Selain itu, kedua negara menegaskan pentingnya kemitraan trilateral Jepang-AS-ROK dalam menanggapi DPRK dan menegakkan perdamaian dan kesejahteraan regional,” imbuh mereka.
Sebagai informasi, ROK adalah kependekan dari nama resmi Korea Selatan, Republik Korea, sedangkan DPRK adalah singkatan dari nama resmi Korea Utara.
Pertemuan puncak itu berlangsung di tengah ekspektasi atas kemungkinan dimulainya kembali diplomasi pribadi Trump dengan Kim Jong-un pemimpin Korea Utara.
Dalam wawancara dengan Fox News bulan lalu, Trump mengatakan ia akan menghubungi Kim lagi, menyebut pemimpin dinasti itu sebagai “orang pintar.”
Trump menegaskan kembali harapan tersebut dalam konferensi pers bersama, dengan mengatakan bahwa menjalin hubungan baik dengan Kim Jong-un adalah “hal yang baik, bukan hal yang buruk.”
“Kami akan menjalin hubungan dengan Korea Utara, dengan Kim Jong-un. Saya sangat akrab dengannya,” kata Trump.
Ia menambahkan, “Kami memiliki hubungan yang baik, dan saya pikir itu merupakan aset yang sangat besar bagi semua orang yang bisa akrab dengan saya.”
Presiden AS itu mengklaim bahwa ia “menghentikan perang,” dan bahwa jika ia tidak memenangkan pemilihan presiden, orang-orang akan “berakhir dalam situasi yang sangat buruk.”
Ia tampaknya menegaskan bahwa karena hubungannya dengan Kim, yang dibina melalui diplomasi pribadinya dengan pemimpin tertutup itu selama masa jabatan pertamanya, konflik serius tidak berkobar di Korea.
Menguraikan pembahasannya dengan Ishiba, Trump menunjukkan komitmen bersama oleh dirinya dan pemimpin Jepang untuk memastikan stabilitas di Semenanjung Korea.
“Perdana Menteri (Jepang) dan saya akan bekerja sama erat untuk menjaga perdamaian dan keamanan, dan saya juga menyerukan perdamaian melalui kekuatan di seluruh Indo-Pasifik,” kata Trump.
“Dan untuk tujuan itu, kami juga tetap berkomitmen pada upaya yang saya mulai pada masa jabatan pertama saya untuk memastikan keamanan dan stabilitas di Semenanjung Korea.”
Ishiba sendiri mencatat bahwa ia telah melakukan diskusi “terbuka” dengan Trump mengenai berbagai tantangan yang dihadapi Indo-Pasifik, termasuk isu-isu terkait Korea Utara, Laut Cina Selatan, dan Selat Taiwan.
“Sehubungan dengan Korea Utara, kami menegaskan perlunya menangani program nuklir dan misilnya, yang merupakan ancaman serius bagi Jepang, AS, dan negara-negara lainnya, dan bahwa Jepang dan AS akan bekerja sama menuju denuklirisasi penuh Korea Utara,” kata Ishiba.
Untuk keamanan regional, PM Jepang mengatakan, dia bersama Trump sepakat untuk meningkatkan kerja sama multilateral dengan negara-negara yang berpikiran sama.
Termasuk melalui kemitraan trilateral dengan Korea Selatan serta platform multilateral lain yang dipimpin AS, seperti forum Quad yang terdiri dari AS, India, Jepang, dan Australia.
Trump dan Ishiba menegaskan kembali penentangan “keras” mereka terhadap segala upaya China untuk mengubah status quo dengan kekerasan atau paksaan di Laut Cina Timur, dan terhadap klaim maritim Tiongkok, militerisasi fitur reklamasi, dan aktivitas “mengancam dan provokatif” di Laut Cina Selatan, menurut pernyataan bersama tersebut.
“Kedua pemimpin menekankan pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan sebagai elemen penting bagi keamanan dan kesejahteraan masyarakat internasional,” kata pernyataan tersebut.
“Mereka mendorong penyelesaian masalah lintas Selat secara damai, dan menentang segala upaya untuk mengubah status quo secara sepihak dengan kekerasan atau paksaan.”
Perdana Menteri memanfaatkan pembicaraan dengan Trump untuk menyampaikan “rasa urgensi yang kuat” terkait masalah warga negara Jepang yang diculik oleh Pyongyang beberapa dekade lalu.
“Sekarang Presiden Trump berkuasa lagi, jika kita mampu bergerak maju untuk menyelesaikan masalah dengan Korea Utara, maka itu akan disetujui,” kata Ishiba menanggapi pertanyaan apakah ia ingin melihat Trump melanjutkan diplomasi dengan Pyongyang.
“Bagi kami, itu tidak hanya mencakup denuklirisasi, tetapi juga penyelesaian masalah penculikan. Tidak hanya para korban penculikan, tetapi juga keluarga mereka yang menua.” (kak/bil/iss)