Selasa, 18 Maret 2025

Revisi UU TNI, Lia Istifhama Soroti Pembagian Kekuasaan Hingga Pertanyakan Kebiri di UU TPKS

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Lia Istifhama anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Jawa Timur. Foto: istimewa

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang tengah hangat menjadi perbincangan publik mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Lia Istifhama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Jawa Timur. Menurutnya, dalam konteks revisi RUU TNI, penting untuk kembali menyoroti prinsip dasar pembagian kekuasaan negara, yaitu trias politica.

“Pondasi ketatanegaraan kita mengacu pada konsep pembagian kekuasaan negara menjadi tiga: legislatif sebagai pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang, dan yudikatif sebagai penegak hukum. Ini selaras dengan pemikiran Harry Yarger, yang menyatakan bahwa tiga posisi strategis yang ada adalah leader, teoritis, dan praktisi,” ujar Lia Istifhama dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).

Lia menekankan bahwa dalam pembagian kekuasaan yang jelas, setiap lembaga negara harus menjalankan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Menurut dia, hal ini menjadi penting agar tidak terjadi tumpang tindih antara kekuasaan yang ada, terutama terkait dengan isu pertahanan negara yang menjadi sorotan utama dalam RUU TNI.

Salah satu pasal yang tengah banyak dibicarakan, yaitu Pasal 47, juga menjadi perhatian Lia.

“Saya mencoba menyampaikan bahwa seorang ahli strategi dalam hal kepemimpinan adalah yang mampu mempertahankan pertahanan negara. Saya berharap, apapun hasil final RUU TNI tersebut, fungsi utama pertahanan negara tidak sampai terganggu atau terpengaruh oleh dinamika politik atau kepentingan lainnya,” lanjutnya.

Di sisi lain, Lia juga menyoroti isu sosial lain yang tak kalah penting, yaitu penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual. Menurutnya, meskipun RUU TNI tengah menjadi sorotan utama, masalah lain yang sangat mendesak seperti perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dan masa depan anak-anak harus tetap mendapat perhatian.

“Negara kita harus lebih serius dalam penegakan hukum terhadap kekerasan seksual. Misalnya, kapan kita bisa mempraktekkan hukuman kebiri sebagai solusi untuk kasus kekerasan seksual? Ini adalah masalah riil yang berhubungan langsung dengan perlindungan masa depan anak-anak. Kita tidak ingin RUU lainnya berjalan, tetapi perlindungan terhadap anak-anak belum terlihat nyata,” ungkap Lia Istifhama.

Ia mengingatkan bahwa permasalahan sosial seperti kekerasan seksual ini berdampak jangka panjang, sehingga membutuhkan penanganan yang cepat dan terarah agar tidak merusak masa depan generasi mendatang.(faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Belakang Suroboyo Bus

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Surabaya
Selasa, 18 Maret 2025
29o
Kurs