
Fahrul Muzaqqi Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga mengatakan bahwa retret bukan menjadi tolok ukur keselarasan antara kepala daerah dan pemerintah pusat, dalam hal ini adalah presiden.
Hal itu dia sampaikan setelah Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDI Perjuangan menginstruksikan agar kepala daerah yang juga kader partai, untuk tidak mengikuti kegiatan retret pada 21 hingga 28 Januari 2025.
Menurut Fahrul ketika kepala daerah yang berasal dari PDIP mengikuti arahan Megawati untuk tidak mengikut retret, ke depannya tidak akan membuat kebijakan pemerintah pusat dan kepala daerah tidak terhubung.
“Mungkin sebagian kepala daerah yang berasal dari PDIP itu tidak berangkat gitu. Saya rasa itu, tidak menjamin ke depannya kemudian antara kepala daerah dengan Presiden itu lantas tidak tersambung,” terangnya, pada suarasurabaya.net, Jumat (21/2/2025).
Fahrul mengatakan, tingkat keberhasilan retret bukan pada keikutsertaan kepala daerah dalam kegiatan itu, tapi adanya tindakan lanjutan setelahnya.
“Jadi kalau kita mau serius ya seharusnya retret itu ada tindak lanjutnya. Apakah pasca-retret kepala daerah bisa menerjemahkan kebijakan dari pusat ataukah tidak. Tapi kalau setelah itu (retret) tidak ada tindakan lanjutnya ya, saya rasa tidak terlalu signifikan pengaruhnya ya,” jelasnya.
Sementara itu, di antara 503 kepala daerah yang direncanakan mengikuti retret, terdapat pasangan Eri Cahyadi-Armuji Wali kota dan Wakil Wali Kota Surabaya. Mereka berdua juga kader dari PDIP.
Fahrul melihat, bisa jadi saat ini pasangan Eri-Armuji terbebani secara psikologis. Di satu sisi, mereka berdua adalah kader PDIP.
Sementara sisi lain, kemenangan keduanya dapat memimpin kembali Kota Surabaya, karena dukungan dari seluruh partai politik, yang hampir 50 persennya juga pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Jadi memang beliau terjun ke dunia politik itu melalui kendaraan PDIP, sehingga di situ bisa dipahami ketika misalnya ada beban psikologis maupun beban moral, setelah Megawati menginstruksikan kepala daerah tidak mengikuti retret gitu,” ungkapnya.
Fahrul mengatakan, jika memang Eri-Armuji tidak mengikuti kegiatan retret, dari sisi politiknya masih bisa dipahami.
“Jadi saya rasa Pak Eri dan Pak Armuji ketika tidak mengikuti retret itu kita bisa pahami ya memang beliau berdua itu kader PDIP. Itu dari sisi politisnya di situ ya,” tandasnya.(kir/wld/iss)