Senin, 6 Januari 2025

Pengamat Sebut Putusan MK Hapus Ambang Batas Usia Capres Jadi Kado Terindah Demokrasi

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Mahkamah Konstitusi.

Dr M Iqbal pengamat politik Universitas Jember (Unej) menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas usia calon presiden (capres) adalah kado terindah demokrasi.

Menurut Iqbal, perjuangan panjang aktivis prodemokrasi yang bernas cadas dengan mengajukan lebih dari 30 judicial review menyoal ambang batas tersebut sepertinya terbayar lunas.

“Kini setiap partai politik peserta pemilu bisa bebas mencalonkan kader terbaiknya atau siapa pun yang dinilai pantas berkontestasi di Pemilu Presiden (Pilpres) 2029 tanpa terpaksa atau dipaksa bergantung pada partai yang mendominasi suara elektoral,” terang Iqbal, melansir Antara, Sabtu (4/1/2025).

Bagi parpol pemilik kursi di parlemen atau yang punya suara bahkan parpol baru yang lolos jadi peserta pemilu nantinya punya hak yang sama mencalonkan pasangan capres/cawapres.

“Pemilih pun punya banyak pilihan calon, sehingga tidak terbatas hanya dua pasangan calon sebagaimana tiga pemilu presiden 2014 sampai 2024,” ungkapnya.

Kendati tanpa ambang batas, lanjut dia, tidak otomatis pemilu 2029 akan diikuti pasangan capres sebanyak jumlah partai peserta pemilu, misalkan saat ini ada 18 partai dan kemungkinan bisa bertambah menjadi 20 sampai 25 peserta pemilu, bukan berarti bakal ada 25 pasangan capres.

“Bagi parpol menyiapkan sosok figur terbaik bukan hal mudah. Pertimbangannya sangat kompleks mulai dari etikabilitas, kapasitas, popularitas dan elektabilitas, hingga saldo kas, sehingga rasionalitas dan primordialitas maupun pragmatisme partai akan diuji untuk berkoalisi atau teguh mencalonkan sendiri,” katanya.

Secara komunikasi politik, kata dia, putusan MK itu sejatinya merupakan konstruksi pesan yang kuat bersifat antisipatif atau mencegah berulangnya stagnasi kontestasi pemilu eksekutif dengan fakta telah terjadi aksi borong rekomendasi partai, hingga ciptakan polarisasi akut di masyarakat.

“Putusan MK yang final dan mengikat itu bisa dianggap membuyarkan hasrat potensi abuse of power, dominasi kekuasaan terhadap proses pencalonan pilpres. Setiap partai akhirnya punya daya dan posisi tawar yang setara, ” tuturnya.

Iqbal menjelaskan bahwa putusan MK itu memang baru sebatas menyegarkan kembali oksigen demokrasi pemilu, bukan seketika mengubah seluruh iklim demokrasi Indonesia.

“Sudah semestinya putusan MK itu menjadi cambuk keras yang melecut bangsa dan segenap elit politik, serta masyarakat sipil untuk terus makin mendewasakan demokrasi dan taat konstitusi,” katanya.

Dosen FISIP Unej itu mengatakan masyarakat patut mengapresiasi tinggi kepada MK yang kembali menjadi penjaga akhir dan mengikat marwah demokrasi dan konstitusi di Indonesia.(ant/kir/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Surabaya
Senin, 6 Januari 2025
25o
Kurs