![](https://www.suarasurabaya.net/wp-content/uploads/2024/08/PEmkot-Unicef-170x110.jpeg)
Nurul Arifin, anggota Komisi I DPR RI, menyoroti maraknya penggunaan internet dan platform digital di kalangan anak-anak, yang dapat berdampak negatif pada perkembangan psikologis dan sosial mereka.
Nurul mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak buruk penggunaan internet yang tidak terkendali di kalangan anak-anak Indonesia, terutama di era digital ini.
“Sejak awal, kami di Komisi I sudah memiliki kegundahan yang sama terkait penggunaan internet yang semakin meluas tanpa batasan. Kita tahu, dengan akses yang sangat mudah, anak-anak bisa mengakses segala macam informasi, yang tidak semuanya positif,” ujar Nurul dalam Forum Legislasi dengan tema ‘Mendorong Efektifitas Rancangan Undang-Undang Pembatasan Akses Internet Terhadap Anak’ di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Berdasarkan data yang ada, kata dia, sekitar 89% anak-anak di Indonesia, yang berusia di bawah 16 tahun, mengakses internet. Dari angka tersebut, sekitar 32 juta anak-anak Indonesia terpapar internet dengan rata-rata penggunaan 4 sampai 5 jam per hari.
Mayoritasnya digunakan untuk berinteraksi di media sosial. Meskipun internet memiliki manfaat besar, Nurul menekankan adanya dampak negatif yang mengkhawatirkan, seperti perundungan (bullying) dan paparan konten negatif.
“Ada 48% anak-anak yang pernah mengalami perundungan, dan 50,3% melihat konten bermuatan seksual di media sosial. Ini sangat mencemaskan, karena dampaknya bisa sangat buruk, termasuk ancaman terhadap privasi anak-anak,” jelasnya.
Menurut Nurul, Indonesia berada di peringkat 26 dari 30 negara dalam hal keamanan online anak, berdasar data Child Online Safety Index 2020.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah dan DPR untuk segera merumuskan regulasi yang lebih ketat guna melindungi anak-anak dari potensi bahaya di dunia maya. Beberapa negara besar, seperti Inggris, Australia, Prancis, dan Jerman, sudah memiliki kebijakan yang membatasi akses anak-anak ke platform digital tertentu.
“Di Prancis, misalnya, anak di bawah usia 15 tahun memerlukan izin orang tua untuk mendaftar di media sosial. Ini adalah langkah yang baik dan patut dicontoh. Kami berharap Indonesia bisa segera mengadopsi langkah serupa,” ujar Nurul.
Dia juga menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi penggunaan teknologi oleh anak-anak. Menurutnya, orang tua perlu memanfaatkan fitur kontrol orang tua (parental control) pada perangkat digital untuk membatasi akses anak terhadap konten yang tidak sesuai.
Nurul mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga keamanan anak-anak Indonesia di dunia digital.
“Kami mendukung langkah pemerintah dan DPR untuk merealisasikan regulasi yang dapat membatasi eksplorasi negatif anak-anak di dunia maya, namun tetap memberi ruang bagi mereka untuk belajar dan berkembang secara positif,” tutupnya.(faz/ipg)