
Rudianto Lallo anggota Komisi III DPR RI menilai bahwa kasus dugaan eksploitasi terhadap para eks pemain sirkus oleh Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari, akan lemah bila kembali diusut secara pidana oleh aparat penegak hukum.
Dia mengatakan bahwa kasus di OCI itu diduga terjadi pada tahun 1997 yang artinya kasus tersebut terjadi pada 28 tahun lalu. Jika menggunakan pasal-pasal tindak penganiayaan berdasarkan KUH Pidana, maka sifatnya sudah kedaluwarsa.
“Seandainya mengakibatkan meninggal dunia pun, itu kedaluwarsanya 18 tahun. Jadi hampir pasti kalau bicara pidana, pasti argumentasi hukumnya lemah,” kata Rudianto di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Selain itu, dia juga menilai bahwa kasus itu tidak akan mudah diusut jika menggunakan delik tindak perdagangan anak. Dia mengatakan bahwa undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak baru diundangkan pada tahun 2002.
“Sedangkan ini tahun 1997. Jadi harus bicara argumentatif, karena saya orang hukum, jadi saya tahu,” kata dia, dilansir Antara.
Maka dari itu, dia mengatakan Komisi III DPR RI pun sudah mendorong agar kasus sirkus OCI itu diselesaikan secara kekeluargaan dengan memenuhi ganti rugi materiil maupun non materiil kepada para korban.
Dia juga memastikan bahwa Komisi III DPR RI sudah memberikan tenggat waktu kepada OCI selama satu pekan untuk menyelesaikan kasusnya tersebut dengan para korban. Komisi III DPR RI pun akan mengawal hal itu selama sepekan sejak rapat yang digelar pada Senin (21/4/2025).
“Intinya penyelesaian secara kekeluargaan saja, karena kalau secara KUH Pidana juga sudah kedaluwarsa juga penuntutannya,” katanya.
Sebelumnya pada Rabu (23/4/2025), Komisi XIII DPR RI juga menggelar audiensi dengan para korban sirkus OCI untuk mengkaji dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Dari audiensi tersebut, pimpinan komisi menyimpulkan agar Polri kembali membuka kasus yang sudah ditutup pada tahun 1997 dengan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan).(ant/dra/ipg)