
Komisi V DPR RI sedang mengajukan revisi terhadap Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) untuk memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi pengemudi transportasi online, baik roda dua maupun roda empat.
Rencana revisi ini muncul karena adanya ketimpangan dalam regulasi yang mengakibatkan pengemudi ojek online (ojol) rentan terhadap eksploitasi, terutama dalam hal sistem kemitraan dengan aplikator dan besaran potongan tarif.
Dalam Forum Legislasi yang diadakan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa (11/3/2025), Yanuar Arif Wibowo, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menekankan bahwa meskipun transportasi online sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat, pengemudi masih belum mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.
“UU LLAJ yang ada saat ini tidak mengakomodasi perkembangan pesat transportasi berbasis aplikasi dalam satu dekade terakhir,” ujar Yanuar.
“Keberadaan ojol telah menimbulkan dinamika yang panjang, bahkan konflik fisik, dan kini banyak pengemudi menjadikannya sebagai pekerjaan utama, bukan sekadar pekerjaan sampingan. Pemerintah harus segera merespons perkembangan ini dengan regulasi yang lebih adil dan memadai,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yanuar mengatakan bahwa dalam praktiknya hubungan antara aplikator dan driver sering kali lebih mirip hubungan kerja daripada kemitraan, yang seharusnya memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada pengemudi.
Salah satu masalah utama yang diungkapkan adalah besaran potongan tarif yang lebih tinggi dari yang diatur, yang seharusnya hanya mencapai 20 persen (15 persen untuk aplikator dan 5 persen untuk kesejahteraan driver), namun kenyataannya seringkali mencapai 25 persen.
“Tingginya potongan tarif ini membuat pengemudi sulit mendapatkan penghasilan yang layak. Mereka seharusnya memiliki hak untuk berunding mengenai kebijakan tarif bersama aplikator, karena mereka adalah mitra, bukan pekerja tanpa perlindungan,” jelasnya.
Selain membahas revisi UU LLAJ, Yanuar juga mengungkapkan perhatian mengenai kesiapan pemerintah dalam menghadapi arus mudik Lebaran 1446 H.
Ia menyambut baik upaya pemerintah menurunkan harga tiket pesawat hingga 13-14 persen dengan mengurangi PPN dan biaya Passenger Service Charge (PSC), namun berharap kebijakan tersebut tidak hanya berlaku saat musim mudik.
“Harapan saya, kebijakan penurunan tiket pesawat ini bisa diterapkan secara berkelanjutan, bukan hanya pada musim mudik. Hal ini penting untuk menjaga keterjangkauan harga tiket pesawat bagi masyarakat,” ujarnya.
Dia juga menekankan pentingnya koordinasi antarinstansi terkait, seperti Kementerian Perhubungan, PUPR, Korlantas, BMKG, dan Basarnas, untuk memastikan keamanan dan kelancaran arus mudik, serta mitigasi risiko bencana seperti longsor dan banjir yang bisa mengganggu perjalanan.
“Dengan koordinasi yang baik, kita bisa memastikan mudik tahun ini berjalan aman dan lancar, meski cuaca yang tidak menentu menjadi tantangan tersendiri,” pungkas Yanuar.
Yanuar berharap, revisi UU LLAJ dapat memberikan kepastian hukum bagi pengemudi transportasi online serta memperbaiki ketidakadilan dalam hubungan antara pengemudi dan aplikator, demi kesejahteraan yang lebih baik. (faz/ipg)