Adies Kadir Wakil Ketua DPR RI menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% adalah amanat Undang-Undang yang harus dijalankan pemerintah. Ia meyakini kebijakan ini tidak akan berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat atau sektor komoditas umum.
“Ini merupakan amanat undang-undang yang telah disepakati bersama. Kebijakan PPN 12% sudah melalui pertimbangan teknokratis yang matang, sehingga tidak akan memukul daya beli masyarakat atau menimbulkan inflasi yang tidak terkendali,” ujar Adies Kadir dalam keterangan persnya, Selasa (31/12/2024).
Kata dia, kenaikan PPN menjadi 12% diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Menurut Adies, kebijakan ini tidak akan membebani masyarakat karena dari daftar barang dan jasa yang masuk dalam Consumer Price Index (Indeks Harga Konsumen), hanya 33% yang menjadi objek PPN, sedangkan 67% lainnya bebas dari PPN.
“Sebagian besar komoditas yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari tidak terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN,” jelas legislator dari Dapil Jawa Timur I tersebut.
Barang dan jasa yang bebas PPN meliputi kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, dan gula konsumsi. Selain itu, jasa kesehatan, pendidikan, transportasi umum, tenaga kerja, keuangan, dan asuransi, termasuk rumah sederhana, pemakaian listrik, dan air minum juga dikecualikan dari PPN.
Adies menambahkan, kenaikan PPN di Indonesia masih dianggap lebih longgar dibandingkan negara lain seperti Vietnam, yang menetapkan batas bawah tarif PPN sebesar 5%, sementara Indonesia memiliki tarif 0% untuk 67% barang konsumsi masyarakat.
“Jangan sampai hitung-hitungan teknokratis yang matang malah meleset karena adanya sentimen negatif di pasar dan industri. Saya harap semua pihak bijak menyikapi kenaikan pajak ini,” kata Adies.
Ia juga meminta pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang jelas kepada masyarakat mengenai kebijakan ini. Adies memuji langkah Prabowo Subianto Presiden dalam menyikapi kenaikan PPN dengan tetap menaati amanat undang-undang sambil memperhatikan kondisi ekonomi dan kesulitan masyarakat.
“Penerapan PPN 12% secara selektif pada barang-barang kategori mewah adalah win-win solution bagi semua pihak,” tambahnya.
Adies mendukung upaya pemerintah untuk memberikan berbagai insentif kepada masyarakat sebagai stimulus atas kenaikan PPN.
“Skema yang dirumuskan Kementerian Keuangan juga menunjukkan semangat keberpihakan, karena kenaikan PPN disertai berbagai insentif bagi masyarakat,” jelasnya.
Insentif tersebut meliputi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5%, jaminan kehilangan pekerjaan bagi korban PHK, serta PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah untuk pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan.
Bagi pelaku UMKM, insentif berupa pembebasan PPh untuk omzet di bawah Rp500 juta, subsidi bunga 5% untuk sektor tekstil, dan bantuan bahan pangan bagi masyarakat miskin juga disiapkan. “Dengan berbagai insentif tersebut, saya optimis perekonomian nasional tahun 2025 akan tetap tangguh,” ujar Adies.
Sebagai Pimpinan DPR Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan, Adies meyakini inflasi akan tetap terkendali di kisaran 2,5%, sementara pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada di atas 5%, sesuai target APBN 2025.
“Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan PPN telah dirancang untuk mendukung stabilitas ekonomi nasional,” pungkasnya.(faz/ipg)