Mahkamah Konstitusi (MK) menolak eksepsi yang diajukan oleh KPU dan kubu Prabowo-Gibran. MK menegaskan bahwa mereka berwenang menangani perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.
Dalam perkara yang diajukan oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tersebut, KPU RI berlaku sebagai Termohon dan Prabowo-Gibran sebagai Pihak Terkait.
“Eksepsi yang tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian, Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon,” ucap Saldi Isra Hakim MK dalam sidang pengucapan putusan perkara PHPU Pilpres 2024 di Jakarta pada Senin (22/4/2024).
Dilansir dari Antara, Saldi Isra menjelaskan bahwa eksepsi yang ditolak pada intinya menyatakan bahwa MK tidak berwenang mengadili permohonan a quo.
Hal ini karena permohonan pemohon tidak mendalilkan PHPU Pilpres berupa penghitungan secara kuantitatif, melainkan mendalilkan pelanggaran kualitatif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
Dalam pertimbangan MK, menurut Saldi Isra, apabila terdapat indikasi tidak terjadinya pemenuhan asas-asas dan prinsip Pemilu pada tahapan pemilu sebelum penetapan hasil, hal itu merupakan kewajiban MK untuk mengadili.
“Apa pun alasannya, hal tersebut menjadi kewajiban bagi Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan konstitusi untuk, pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, mengadili keberatan atas hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilu,” jabar Saldi Isra.
Oleh karena itu, MK tidak memiliki alasan untuk menghindar dari mengadili masalah hukum pemilu yang berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu sepanjang memang terkait dan berpengaruh terhadap hasil perolehan suara peserta pemilu.
Saldi mengatakan, paradigma tersebut telah menjadi pendirian MK sejak menangani perkara PHPU Pilpres dari tahun 2004 hingga 2019. Pendirian itu tercermin pada Putusan MK Nomor 01/PHPU-PRES/XVI/2019 yang diucapkan dalam sidang pleno pada 29 Juni 2019.
“Telah jelas bahwa Mahkamah dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 tidak hanya sebatas mengadili angka-angka atau hasil rekapitulasi penghitungan suara, tetapi juga dapat menilai hal-hal lain yang terkait dengan tahapan pemilu berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu,” katanya.
Walaupun demikian, MK menegaskan, sebagai lembaga konstitusional untuk memutus PHPU, sebenarnya tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan tahapan pemilu.
“Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai ‘keranjang sampah’ untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia,” terangnya. (ant/saf/ham)