Puan Maharani Ketua DPR RI menghadiri pertemuan parlemen anggota MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia) yang merupakan negara-negara middle power (kekuatan menengah). MIKTA Speakers’ Consultation ke-10 kali ini digelar di Meksiko.
MIKTA Speakers’ Consultation sendiri merupakan forum pertemuan konsultatif antara Ketua Parlemen negara Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. 10th MIKTA Speakers’ Consultation diselenggarakan di Hotel Hilton Mexico City Reforma pada Senin (6/5/2024) siang waktu setempat.
Pada MIKTA tahun ini, parlemen Meksiko mengusung tema ‘The Coordinated Action of Parliaments to Build a More Peaceful, Equitable, and Fair World’ atau ‘Aksi Parlemen yang Terkoordinasi untuk Membangun Dunia yang Lebih Damai, Seimbang, dan Adil’.
Saat berbicara di sesi 1 MIKTA Speakers’ Consultation ke-10 yang membahas soal perdamaian global, Puan mengingatkan pentingnya negara anggota MIKTA berperan untuk menjembatani perbedaan dan menurunkan ketegangan akibat polarisasi antar kekuatan besar. Sebab MIKTA merupakan simbol kekuatan menengah.
“Negara anggota MIKTA perlu mendapat kepercayaan dari berbagai kekuatan besar untuk berperan sebagai honest broker. MIKTA juga perlu mendorong pelaksanaan tatanan internasional yang berbasis aturan (rules-based international order),” kata Puan.
Oleh karena itu, MIKTA diharapkan mendukung penguatan dan reformasi tata kelola global terutama PBB. Sebagai model baru kerja sama lintas kawasan(cross-regional group), menurut Puan, MIKTA juga harus menjadi pendorong stabilitas dan perdamaian di kawasannya masing-masing (regional order).
“Karena perdamaian di kawasan dapat menjadi building block bagi perdamaian dan stabilitas global,” tuturnya.
Puan pun menegaskan peran krusia parlemen dalam perdamaian global. Ia menyebut melalui jaringan antar-parlemen, negara-negara MIKTA dapat memperkuat saling kepercayaan, dialog, dan kerja sama antar bangsa.
“Saya mengajak Parlemen negara-negara MIKTA untuk bersama menjadi pilar utama dalam membangun perdamaian dan stabilitas global. Dan kita harus menciptakan dunia yang lebih damai yang dapat menjamin keamanan dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat yang kita wakili,” papar Puan.
Pada kesempatan yang sama, cucu Bung Karno tersebut juga kembali menyuarakan dukungannya terhadap kesetaraan gender. Puan sendiri diketahui kerap vokal dalam isu-isu perempuan, termasuk di forum-forum internasional.
“Partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam proses politik adalah kunci untuk mencapai kemajuan suatu negara termasuk dalam demokrasi,” tegas perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR RI ini.
Hal itu disampaikan Puan pada sesi 2 MIKTA Speakers’ Consultation yang mengambil tema ‘Kesetaraan Gender: Tantangan dan Strategi Inklusi Parlemen’. Ia menyoroti bagaimana perempuan masih kurang terwakili di berbagai tingkat pengambilan keputusan, terutama di parlemen dunia yang peningkatannya baru sekitar 3 persen sejak 5 tahun lalu.
“Dengan tingkat kemajuan yang cenderung lambat ini, kesetaraan gender pada badan legislatif secara global baru akan tercapai pada tahun 2063. Karenanya saya mendorong kesetaraan gender, baik di parlemen dan pada berbagai institusi publik harus terus menjadi agenda prioritas global,” ucap Puan.
Ditambahkannya, hal ini menjadi penting karena di tahun 2024 lebih dari 70 negara melaksanakan pemilihan umum. Artinya 50 persen penduduk dunia menggunakan hak pilihnya.
“Tahun 2024 dapat menjadi momentum bagi akselerasi kepemimpinan perempuan di dunia politik. Saya meyakini bahwa kepemimpinan perempuan dapat berkontribusi positif bagi kemajuan demokrasi,” sebutnya.
Puan mengingatkan, demokrasi tidak akan berkembang, tanpa dukungan dan partisipasi politik oleh perempuan. Menurutnya, kepemimpinan perempuan akan menjamin berbagai suara masyarakat lebih jelas terdengar dan berbagai kepentingan masyarakat lebih terwakili pada institusi publik.
“Keterwakilan perempuan di parlemen juga dapat memperkuat kualitas demokrasi, karena parlemen akan lebih responsif terhadap berbagai persoalan di masyarakat,” ujar Puan.
Di hadapan delegasi parlemen MIKTA, mantan Menko PMK itu pun menegaskan komitmen Indonesia terhadap kesetaraan gender. Puan menyebut, komitmen tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai kerangka kebijakan di mana salah satunya melalui kebijakan afirmasi yang mewajibkan minimal 30 persen kandidat perempuan sebagai calon anggota legislatif dari tiap partai pada Pemilu.
“Kebijakan afirmasi ini juga dilengkapi dengan berbagai aksi konkret di Indonesia. Di antaranya dengan mendorong pembentukan jaringan calon anggota legislatif perempuan (candidate pool). Partai politik berperan penting untuk rekrutmen, kaderisasi, pelatihan, dan pendampingan politisi perempuan,” terangnya.
Tak hanya itu, dukungan keseteraan gender juga ditunjukkan dengan pembentukan Kaukus Perempuan di Parlemen sejak tahun 2001. DPR bahkan bekerja sama dengan berbagai forum internasional untuk peningkatan kapasitas anggota parlemen, seperti dengan Inter-Parliamentary Union (IPU) atau forum parlemen dunia.
“Rencana Aksi Nasional Kesetaraan Gender 2020-2024 telah menjadi peta jalan untuk memajukan kesetaraan gender di berbagai sektor di Indonesia, termasuk politik,” tambah Puan.
Melalui forum ini, Puan mengajak Parlemen negara-negara MIKTA untuk mewujudkan Parlemen yang Responsif Gender (gender-responsive parliament), serta parlemen mengedepankan prinsip-prinsip inklusivitas, dan kesetaraan.
“Parlemen juga harus tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi perempuan, baik dalam struktur, metode, maupun produk legislatif. Parlemen negara anggota MIKTA perlu memprioritaskan adanya gender-sensitive lawmaking. Kita harus terus meningkatkan pengarusutamaan gender dan penyusunan UU yang inklusif,” urainya.
“Parlemen MIKTA juga perlu melakukan gender-responsive budgeting. Kita perlu mengadopsi perencanaan dan penganggaran yang responsif gender.
Selain itu, parlemen MIKTA perlu membangun dimensi gender-sensitive oversight,” lanjut Puan.
Puan juga mendorong agar parlemen menerapkan indikator khusus untuk menjalankan fungsi pengawasan, mengidentifikasi kesenjangan dan memastikan inklusi gender dalam program yang dijalankan lembaga eksekutif atau Pemerintah.
“Saya mengajak kita semua untuk bekerja bersama memastikan agar setiap kebijakan yang kita ambil akan berdampak bagi perubahan menuju parlemen yang lebih inklusif dan setara,” kata Puan.
Isu perempuan pun turut disinggung Puan saat melakukan pertemuan Courtesy Call dengan Marcela Guerra Castillo Presiden Kamar Deputi Meksiko. Ia mengaku senang karena bisa bertemu kembali secara khusus dengan Marcela Guerra Castillo sebagai sesama ketua parlemen perempuan.
“Buenos dias. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk bertemu dan berdiskusi secara langsung dengan ibu Ketua,” ujar Puan.
Kepada Marcela Guerra Castillo, Puan berbincang mengenai berbagai isu perempuan. Termasuk pentingnya isu perempuan selalu dibahas pada forum parlemen MIKTA.
“Sesama ketua parlemen yang dapat menjadi inspirasi, kita sadari menjadi politisi perempuan tidaklah mudah. Maka penting sekali kita bisa suarakan kesetaraan gender di MIKTA. Suara perempuan harus didengar di dunia dan MIKTA perlu memdukung hal ini,” sebutnya.
Puan juga menyampaikan apresiasi kepaa Meksiko yang sejak tahun 2012 berhasil memiliki anggota parlemen perempuan di atas rata-rata global di mana lebih dari 50 persen anggota parlemen Meksiko adalah perempuan. Ia lantas mengajak agar parlemen Indonesia dan Meksiko terus berkolaborasi untuk memiliki agenda kuat terhadap pemberdayaan perempuan.
“Saya yakin, pertemuan kita hari ini akan dapat mempromosikan dialog antarparlemen negara MIKTA, serta semakin mempererat kerja sama bilateral Indonesia dan Meksiko,” ucap Puan.
Puan bersama delegasi DPR RI pun mendapat sambutan hangat dari Marcela Guerra Castillo. Ia juga berterima kasih atas dukungan Puan terhadap kepemimpinan Meksiko di MIKTA Speakers’ Consultation ke-10.
“Kita harus memperkuat hubungan bilateral, politik, ekonomi, diplomatik kedua negara. Dan semoga MIKTA dapat berperan untuk meningkatkan hubungan antara negara anggota nya,” kata Marcela. (faz/ham)