Jumat, 22 November 2024

Prabowo Subianto dan Tantangan Pembentukan Kabinet: Keseimbangan Antara Relawan dan Profesional

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Prabowo Subianto Menteri Pertahanan sekaligus Presiden terpilih. Foto: Istimewa

Sebanyak 49 tokoh yang diidentifikasi sebagai calon menteri diundang untuk bertemu Prabowo Subianto Presiden terpilih, di kediamannya di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan, pada Senin (14/10/2024).

Mereka dipanggil untuk dipersiapkan dalam posisi kementerian yang telah ditentukan oleh Prabowo Subianto. Para tokoh ini terdiri dari politisi, akademisi, serta menteri era Presiden Joko Widodo.

Selanjutnya, pada Selasa (16/10/2024), sekitar 59 calon wakil menteri dan calon kepala badan juga melakukan pertemuan dengan Prabowo di kediamannya. Beberapa di antaranya adalah Raffi Ahmad, Giring Ganesha, mantan atlet bulu tangkis Taufik Hidayat, serta musisi Yovie Widianto.

Melihat nama-nama yang telah dipanggil, Sunardi Panjaitan, pengamat politik Universitas Al Azhar Jakarta, menilai ada dua hal yang ingin diwujudkan oleh Prabowo sebagai presiden terpilih.

“Pertama, soal zaken kabinet. Sebab beberapa kali Prabowo menyampaikan ingin membentuk pemerintahan yang dipenuhi oleh ahli di bidangnya masing-masing. Jika dilihat, beberapa tokoh yang dipanggil memang sudah sesuai dengan bidangnya,” terang Sunardi dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (16/10/2024).

“Tapi di sisi lain, Pak Prabowo ingin menjaga stabilitas politik. Sehingga ia menerapkan politik akomodir yang cukup ekstrem. Karena hampir semua, bahkan 59 calon wakil menteri yang dipanggil, mayoritas berasal dari kalangan partai politik penyokong dan relawan-relawan yang selama ini membantu Pak Prabowo,” imbuhnya.

Direktur Riset Indonesia Political Review (IPR) ini melihat bahwa untuk posisi menteri, masih ada ketidakseimbangan antara kebutuhan akan keahlian dan pengakomodiran partai politik.

“Namun untuk posisi wakil menteri, tampaknya sekadar bagi-bagi kekuasaan dan mengucapkan terima kasih kepada partai politik serta relawan yang sudah membantu Pak Prabowo,” sebutnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam konteks koalisi, tentu ada imbal jasa ketika satu partai atau kelompok tertentu sudah membantu presiden terpilih.

“Akan tetapi, di sisi lain harus dipahami bahwa Prabowo menang mutlak dan dipilih dengan lebih dari 50 persen suara. Sehingga sebenarnya Pak Prabowo memiliki kepercayaan yang cukup besar dari rakyat untuk mewujudkan apa yang telah disampaikan dalam Pilpres, baik itu janji kampanye maupun program-program yang banyak ditampilkan oleh Pak Prabowo,” terangnya.

Bermodal kemenangan mutlak di Pemilu 2024, lanjut Sunardi, Prabowo seharusnya memiliki kewenangan untuk menetapkan siapa saja yang akan membantunya di kabinet.

“Persoalannya, dalam dua hari terakhir, terutama di posisi wakil menteri, kita tidak melihat arah ke sana, arah untuk mewujudkan program tersebut. Bahkan saya menduga akan ada penambahan wakil menteri baru, karena jumlah kementerian saja sudah diputuskan hampir 48. Artinya ini baru menteri, belum wakil menterinya,” sebutnya.

“Jadi saya membayangkan jika ada dua wakil menteri dalam satu kementerian, itu berarti ada 100 orang wakil menteri yang akan dibiayai oleh negara. Hal ini cukup gemuk. Pembiayaan negara juga akan banyak digunakan untuk operasional menteri tersebut,” sambungnya.

Hal ini perlu dikritisi kepada Prabowo sebagai presiden terpilih. Sebab masyarakat tidak ingin kabinet ini hanya sekadar bagi-bagi kekuasaan.

“Tak hanya untuk menampung relawan dan partai politik, namun kami berharap Pak Prabowo fokus pada janji kampanyenya, bukan hanya pada bagaimana ia mengakomodir orang-orang atau kelompok-kelompok yang membantu dalam Pilpres,” sebutnya. (saf/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs