Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendesak Joko Widodo Presiden untuk mencabut semua pernyataannya yang mengarah pada ketidaknetralan institusi kepresidenan.
“Terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak,” kata Trisno Raharjo Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah dalam keterangan yang diterima, pada Sabtu (27/1/2024).
Pihaknya meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara.
“Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi,” terangnya.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, juga meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih soal dugaan digunakannya fasilitas negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu.
Selain itu, pihaknya juga menuntut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu.
Lebih lanjut, pihaknya juga meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan atau referensi memutus perselisihan hasil Pemilu.
“Sikap ini penting dilakukan oleh MK agar putusannya kelak yang bukan sekedar mengkalkulasi suara, karena MK bukan Mahkamah Kalkulator, tetapi lebih jauh dari itu untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya. Tidak dinodai oleh pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawasi penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pemilu, dan utamanya penyelenggara negara.
Pengawasan itu, kata dia, diperlukan untuk memastikan Pemilu berlangsung secara jujur, adil, dan berintegritas. Serta, agar mendapatkan pimpinan yang legitimated, berintegritas, dan untuk memastikan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara oleh penyelenggara negara.
Seperti diketahui sebelumnya, Jokowi Presiden mengucapkan kata-kata yang menjadi kontroversi di masyarakat, yakni “Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Presiden itu boleh loh kampanye, boleh lho memihak.”
Meskipun pasca kontroversi Presiden memberikan klarifikasi, tetapi Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah mengatakan bahwa pernyataannya justru menyebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan mengutip ketentuan Pasal 299 dan Pasal 281, yang terkesan apa yang disampaikan merupakan kebenaran yang harus didukung.
Oleh karena itu, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah mengambil sikap atas apa yang disampaikan oleh Jokowi Presiden yang telah menimbulkan polemik.
“Sikap ini dipandang penting mengingat Muhammadiyah memiliki peran dan tanggungjawab keummatan dan kebangsaan untuk tetap menjaga nalar demokrasi yang diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia ini, agar tidak diseret sesuka hati elit politik berdasarkan keinginan dan kepentingannya masing-masing,” pungkasnya.(ris/iss)