Eri Cahyadi-Armuji Bapaslon Pilkada Surabaya 2024 resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya untuk mengikuti Pilkada Surabaya.
Pasangan petahana tersebut mendaftar dengan dukungan seluruh partai politik (Parpol) di Surabaya yang jumlahnya 18.
Suprayitno Ketua KPU Surabaya bilang, dengan semua parpol mendukung, secara logika politik, tidak akan ada bakal pasangan calon lainnya yang mendaftar. Sehingga Pilkada Surabaya 2024 berpotensi adanya calon tunggal.
Meski begitu, KPU Surabaya hari ini akan tetap standby membuka pendaftaran sampi selesai. Karena sudah masuk dalam peraturan tahapan Pilkada, pendaftaran dibuka pada tanggal 27 dan ditutup pada 29 Agustus 2024.
Terkait apakah ada perpanjangan pendaftaran karena potensi calon tunggal, Ketua KPU Surabaya menyampaikan, ada kemungkinan perpanjangan masa pendaftaran tiga hari ke depan.
Bagaimana respons Anda sebagai pemilih, apakah potensi calon tunggal di Pilkada Surabaya merugikan, tidak merugikan, atau tidak ngefek?
Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (29/8/2024) pagi, mayoritas peserta polling menilai hal ini merugikan, namun juga tidak berdampak apa pun.
Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 42,5 persen pendengar yang berpartisipasi menyebut hal ini merugikan. Lalu 10 persen lainnya menyebut tidak merugikan. Sedangkan 47,5 persen lainnya menyebut tidak ngefek.
Kemudian dari data Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 66 persen menyatakan bahwa hal itu merugikan. Lalu 34 persen lainnya menilai hal ini tidak merugikan.
Menyikapi hal itu, Fauziyah Hanifah dari Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menilai calon tunggal mencerminkan adanya masalah dalam demokrasi dan melemahkan persaingan politik di berbagai daerah.
“Ada sembilan daerah dengan calon tunggal Pilkada 2017, naik menjadi 16 daerah pada 2018. Kemudian pada 2019 ada 25 daerah, dan semuanya menang. Sebagian besar mengantongi 60 persen suara melawan kotak kosong. Tahun ini, calon tunggal dinyatakan menang jika meraih lebih dari 50 persen suara,” ujarnya saat on air di Radio Suara Surabaya, Kamis pagi.
Menurut Fauziyah, fenomena calon tunggal adalah anomali dalam demokrasi. Hal ini disebut mencerminkan kelemahan persaingan politik di daerah tersebut.
“Pemilihan dengan calon tunggal itu menunjukkan lemahnya persaingan politik di daerah tersebut. Tidak adanya persaingan politik yang sehat di tingkat lokal. Ini menjadi situasi yang mengurangi kualitas demokrasi. Sebab pemilih tidak memiliki banyak pilihan,” jelasnya.
Dia juga mengkritik calon tunggal sebagai tanda bahwa partai politik gagal menjalankan kaderisasi yang efektif.
“Melawan kotak kosong adalah penghinaan bagi partai politik. Sebab menunjukkan mereka tidak mampu melahirkan calon lain,” tambahnya.
Fauziyah menyoroti contoh di Pilkada Surabaya, di mana 18 partai politik mendukung satu pasangan calon. Dia menyebut partai politik seharusnya berani mengusung kader sendiri meskipun ada calon tunggal.
Mengenai dampak calon tunggal, Fauziyah menyebut bahwa intimidasi bisa terjadi. “Calon tunggal bisa menghadapi tekanan jika kalah melawan kotak kosong. Mungkin saja ada agitasi yang menggiring masyarakat untuk memilih kotak kosong. Meski kotak kosong itu sah dan ada aturannya,” jelasnya.
Selain itu, Fauziyah juga menegaskan bahwa ada potensi kepentingan terselubung di balik fenomena calon tunggal.
“Kalau calon tunggalnya adalah tokoh yang berprestasi, itu tidak masalah. Karena masyarakat yang menilai layak atau tidaknya menjadi kepala daerah,” tambahnya.
Fauziyah menyatakan bahwa revisi undang-undang terkait calon tunggal sebenarnya pernah diajukan pada 2015, tetapi tidak dikabulkan oleh MK. Selain itu, Fauziyah juga mengajak masyarakat, khususnya warga Surabaya, untuk berperan aktif dalam Pilkada. (saf/ipg)