Hugua anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP meminta agar money politics dalam Pemilu dan Pilkada dilegalkan saja.
Hal itu disampaikan mantan Bupati Wakatobi, Sulawesi Tenggara ini ketika Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP pada Rabu (15/5/2024).
Menurutnya, berdasar temuan di lapangan selama Pemilu 2024, serangan money politics jelang pencoblosan tidak bisa dihentikan.
Oleh sebab itu, ia mengusulkan bagaimana kalau money politics dilegalkan dengan batasan tertentu.
Lantas, terkait money politics dalam Pemilu dan Pilkada yang diusulkan untuk dilegalkan saja, apakah Anda setuju atau tidak?
Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (16/5/2024) pagi, sebagian besar masyarakat menolak money politics dilegalkan meski dengan batasan tertentu.
Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, dari total 50 pendengar yang berpartisipasi, 14 di antaranya (35 persen) menyatakan setuju. Lalu 36 lainnya (65 persen) tidak setuju money politics dilegalkan.
Sementara itu, dari data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 122 votes (62 persen) menyatakan tidak setuju. Sedangkan 75 lainnya (38 persen) menyatakan setuju money politics dilegalkan.
Menyikapi wacana itu, Fauzi Said pengamat politik dari Universitas Brawijaya mengaku tergelitik dengan usulan money politics dilegalkan.
“Geli-geli lucu. Kok sampai seperti ini dinamika politik. Kok ada sampai orang berani mengusulkan sesuatu yang memang tidak benar. (Padahal) sudah disepakati bahwa money politics itu tidak benar, tidak baik. Malah diusulkan untuk dilegalkan. Logiknya dari mana?” kata Fauzi ketika mengudara di Radio Suara Surabaya.
Fauzi mengajak masyarakat untuk menggunakan akal sehat. Jika money politics telah dipandang sebagai suatu yang tidak baik, maka masyarakat dan para elite sadar untuk menjauhi itu. Bukan kebalikannya.
“Jangan karena atas dasar (money politics) sulit diberantas, kemudian dilegalkan. Mari kita menggunakan akal sehat bersama-sama, sehingga bukan berpikir kebalikannya,” terangnya.
Daripada melegalkan money politics, langkah terbaik menurutnya adalah bnagaimana mengurangi praktik money politics dari tahun ke tahun, dari ke Pemilu ke Pemilu.
Fauzi mendorong langkah dari partai politik untuk membuat regulasi yang lebih dahsyat lagi. Yang membuat kader yang bermain money politics jera.
“Seperti dengan membuat aturan, jika elite politik terlibat money politics, maka partainya juga ikut bertanggung jawab. Misalnya, didiskualifikasi dari Pemilu. (Selama ini) regulasinya kurang galak. Coba dibuat regulasi seperti yang saya sampaikan, saya yakin akan bersama-sama mengawasi,” jabarnya.
Selain itu, Fauzi menekankan bahwa kewenangan penyelenggara Pemilu juga harus diperkuat. Supaya bisa melakukan tindakan langsung, cepat, dan tidak setengah-setengah.
“Umpama ada suatu partai yang ketahuan melakukan money politics, bisa langsung didiskualifikasi dari Pemilu, baik partai maupun anggotanya. Sehingga bisa bersama-sama mengawasi. Tak hanya mengandalkan pengawas saja,” ucapnya.
Andai, money politics akhirnya dilegalkan, Fauzi yakin Indonesia makin kacau balau. Pun demikian jika jumlahnya dibatasi. “Sebab tidak ada bedanya sesuatu yang baik dan tidak baik,” ucapnya. (saf/ipg)