Kamis, 28 November 2024

Polling Suara Surabaya: Masyarakat Setuju Pemilu dan Pilkada Digelar Beda Tahun

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya Media mengenai setuju atau tidak jika Pemilu dan Pilkada digelar beda tahun? Ilustrasi: Bram suarasurabaya.net

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengusulkan agar Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak digelar pada tahun yang sama.

Usulan ini disampaikan Rahmat Bagja Ketua Bawaslu kepada Gibran Rakabuming Raka Wakil Presiden, yang mengakui bahwa banyak pihak juga menginginkan Pemilu dan Pilkada dipisahkan.

Bagja menjelaskan, meskipun Bawaslu mengusulkan pemilu dan pilkada diselenggarakan pada tahun yang berbeda, keputusan akhir tetap berada di tangan DPR dan pemerintah.

Bawaslu berharap pemisahan tahun pelaksanaan Pemilu dan Pilkada akan mengurangi tumpang tindih tahapan dan kerawanan.

Bagaimana dengan Anda, apakah setuju atau tidak jika Pemilu dan Pilkada digelar beda tahun?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (28/11/2024), sebagian besar peserta polling setuju jika Pemilu dan Pilkada berlangsung beda tahun.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 69 persen peserta polling setuju jika Pemilu dan Pilkada berlangsung berbeda tahun. Sedangkan 31 lainnya menyakan tidak setuju.

Sedangkan berdasarkan data di Instagram @suarasurabayamedia menunjukkan, 74 persen voters atau peserta polling setuju Pemilu dan Pilkada digelar pada tahun yang berbeda. Sementara 26 persen lainnya menyatakan tidak setuju.

Menyikapi wacana ini, Titi Anggraini, anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menyebutkan ada perbedaan jika Pilkada dan Pemilu digelar pada tahun yang sama, atau berlangsung pada tahun yang berbeda.

“Tentu saja dari sisi beban kerja, fokus kerja, lalu juga konsentrasi para pemilih dalam mengambil peran mengawasi, kan, berbeda antara dua jenis Pemilu. Ini yang saya kira harus dipertimbangkan oleh pembentuk Undang-Undang atau pembuat kebijakan, untuk menggunakan apa yang disampaikan oleh Bawaslu itu secara serius. Karena hal itu berangkat dari pengalaman empiris penyelenggara,” ujarnya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Kamis (28/11/2024) pagi.

Titi menambahkan, secara ilmiah ada banyak alasan yang menyatakan mengapa Pemilu dan Pilkada sepatutnya berlangsung tidak pada tahun yang sama.

“Mulai dari kejenuhan atau kelelahan politik. Itu bisa mengurangi angka pengguna hak pilih. Sebab masyarakat kadung merasa jenuh dengan proses politik yang berulang,” sebutnya.

Apalagi, lanjut Titi, narasi dalam pemilihan daerah itu rata-rata mereplikasi narasi politik di tingkat nasional. Sehingga Titi menilai isu-isu daerah seakan tenggelam karena konstelasi politik nasional yang berusaha diterapkan ulang di daerah.

“Dan itu terbukti kan di Pilkada 2024, angka pengguna hak pilih kita terjun bebas, bisa dikatakan dari beberapa pantauan di daerah. Jika dibandingkan dengan Pilkada di masa pandemi, dengan segala pembatasannya, itu angka pengguna hak pilih 76 persen. Sedangkan berdasarkan laporan mahasiswa saya di sejumlah daerah, angka partisipasi pemilih tidak ada yang mencapai 70 persen. Rata-rata di bawah 60 persen,” ungkap Titi.

Ia kembali mengingatkan bahwa penurunan angka ini adalah dampak dari kelelahan akibat Pemilu Presiden dan Legislatif. Apalagi, proses di Pilkada masih melibatkan “kutub-kutub” yang sama.

“Kalau boleh ditanya, mungkin tak semua tahu apa yang menjadi politik gagasan dan program dari para calon kepala daerah. Yang ada, yang kita tahu, adalah calon ini didukung oleh koalisi yang sama dengan Pak Prabowo,” sebutnya.

Sementara hal seperti itu, menurut Titi, tidak menjawab persoalan di daerah. Sebab banyak persoalan daerah yang tidak akan selesai hanya karena sang calon kepala daerah bisa berkomunikasi langsung dengan pusat.

Sebab, dibutuhkan sosok kepala daerah yang piawai mengelola birokrasi, membangun komunikasi dengan rakyat, dengan pemilih, memiliki kemampuan untuk memprioritaskan penyelesaian masalah-masalah daerah, strategi untuk menarik investor datang ke daerah, hingga bagaimana komitmen terhadap pembangunan hijau dan berkelanjutan.

Dari sisi anggaran, Pemilu dan Pilkada pada tahun yang sama membuat anggaran lebih efisien. Sebab, dari sisi belanja honorarium, yang harusnya dibayar dua kali, menjadi sekali.

“Walaupun kemudian ada kecenderungan, misalnya, karena beban kerjanya dua kali disatukan pada satu hari yang sama, itu diikuti dengan penaikan honorarium yang juga 100 kali lipat. Yang kedua juga ada kecenderungan untuk menaikkan belanja-belanja lain, yang sifatnya belanja modal dan entertainment. Nah, itu juga menjadi tantangan untuk mendorong penyelenggara Pemilu lebih efektif, efisien dalam pekerjaan,” jabarnya.

Kemudian, dari sisi beban. Menurut Titi, beban sebenarnya bukan hanya dirasakan oleh penyelenggara Pemilu atau Pilkada. Beban juga dirasakan oleh partai politik. Dia menyebut partai politik belum sepenuhnya pulih dari Pemilu, dan langsung dihadapkan dengan Pilkada. Padahal, masih ada riak-riak yang tersisa dari Pemilu.

“Akhirnya, calon itu cenderung berangkat dari ‘dropping’ pusat saja. Calon yang berangkat betul-betul dari proses kaderisasi dan nominasi yang menggambarkan aspirasi politik lokal, itu menjadi minus. Kalau saya boleh bilang, Pilkada 2024 ini adalah Pilkada selera Jakarta. Karena calon lebih banyak menggambarkan konfigurasi politik nasional,” ujar Titi.

Sebab, calon-calon kepala daerah, khususnya gubernur dan wakil gubernur, ditentukan oleh pimpinan partai tingkat pusat. Meski memiliki elektabilitas tinggi, namun jika tidak ada rekomendasi dari pusat, pun tak akan bisa maju.

“Ini yang saya kira juga harus dibenahi. Demokrasi lokal kita jangan dikelola dengan pendekatan sentralisasi politik seperti itu. Tapi bagaimana kemudian pencalonan itu memang berjenjang dilakukan oleh pengurus partai sesuai tingkatannya masing-masing. Kalau semuanya harus ditentukan oleh DPP, buat apa kita punya pengurus partai di kabupaten/kota dan provinsi,” terangnya. (saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Kamis, 28 November 2024
32o
Kurs