Jumat, 22 November 2024

Pengamat Politik: PKB dan PBNU Saling Berseteru untuk Berebut Pengaruh

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Moch. Mubarok Muharam pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Negeri Surabaya. Foto: Humas Unesa

Moch. Mubarok Muharam pengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menganalisa, salah satu alasan di balik perseteruan PKB dan PBNU karena berebut pengaruh politik di kalangan Nahdliyin.

Persaingan berebut pengaruh itu bukan tanpa alasan. Menurut Pengamat Politik Unesa itu, pengaruh politik menjadi modal utama untuk menduduki jabatan publik pemberian pemerintah.

Oleh karena itu, hubungan PKB dan PBNU kembali memanas akhir-akhir ini, meski pihak PBNU mengklaim perseteruan mereka sudah terjadi sejak 15 tahun silam.

Kata Mubarok perseteruan itu digawangi oleh masing-masing elite di antara dua kubu. Di kubu PBNU ada Yahya Cholil Staquf Ketum PBNU dan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul Sekjen PBNU.

Sementara di kubu PKB ada Muhaimin Iskandar atau Cak Imin Ketum PKB, serta elite partai lainnya, satu di antaranya adalah kakak Cak Imin, Abdul Halim Iskandar alias Gus Halim Ketua DPW PKB Jatim.

“Sebenarnya mereka juga ada persaingan perebutan pengaruh di tingkat kaum Nahdliyin. Itu yang membuat urusan PKB dan PBNU menjadi problematik,” ujar Mubarok ketika dikonfirmasi suarasurabaya.net pada Minggu (25/8/2024).

Persaingan pengaruh antar keduanya itu juga berdampak ke berbagai hal. Salah satunya, dugaan Mubarok, yakni didepakanya KH. Marzuki Mustamar dari Jabatan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim).

Dampak lainnya, lanjut Mubarok, PBNU dan PKB tidak dalam satu gerbong yang sama pada Pemilihan Umum Presiden 2024 kemarin.

“PKB membuat poros sendiri, lalu PBNU cenderung mendukung Pak Prabowo (Paslon 02),” ujarnya.

Kemudian yang paling menjadi sorotan adalah saat Cak Imin yang juga selaku Wakil Ketua DPR RI membentuk panitia khusus (pansus) haji untuk mendalami kebobrokan Kementerian Agama dalam mengurus proses ibadah haji.

Diketahui, Yaqut Cholil Staquf atau Gus Yaqut Menteri Agama merupakan adik kandung Gus Yahya Ketum PBNU.

“PBNU kebakaran jenggot ketika DPR membuat Pansus Haji. Itu juga yang membuat antara PKB dan PBNU konflik sampai hari ini,” ujarnya.

Mubarok menjelaskan, perebutan pengaruh ini menjadi variabel utama yang mendasari konflik tersebut. Misalnya pada pemerintahan Joko Widodo Presiden, representasi warga nahdliyin berkaca pada dua kelompok itu supaya mendapat jatah menteri.

“Jabatan publik, loyalis PBNU yang menjadi menteri, loyalisnya kader PKB yang akan jadi menteri. Semakin berpengaruh secara politik dan di hadapan presiden, maka jatah loyalis (mendapat jabatan publik) akan semakin banyak,” tuturnya.

Mubarok melanjutkan, “Biasanya ada kecenderungan jatah loyalis satu bertambah banyak, maka satunya berkurang,” imbuhnya.

Menyelesaikan perseteruan antara PKB dan PBNU memang tidak mudah dilakukan, namun bukan berarti pintu rekonsiliasi tertutup rapat. Kata Mubarok, harus ada andil dari para kiai sepuh untuk menyelesaikan konflik keduanya.

“Ya seperti Gus Mus (tokoh NU), KH Ma’aruf Amin (Wakil Presiden), dan KH Said Aqil (Mantan Ketum PBNU) harus turun untuk menyelesaikan konflik ini,” ungkapnya.

Pengamat politik Unesa itu mengatakan, PBNU terus melakukan upaya agar Cak Imin Ketum PKB yang kembali terpilih secara aklamasi dalam Muktamar, mau menempuh jalan rekonsiliasi.

Salah satu upaya yang dilakukan PBNU adalah bermanuver, sesudah Cak Imin kembali terpilih dengan membuat muktamar tandingan yang diusung oleh internal PKB sendiri.

“Muktamar tandingan dilakukan untuk mempertanyakan kepemimpinan Cak Imin sebagai ketua umum. Itu nantinya bisa membuat PKB harus mendekati pemerintah. Karena urusan yang belum tuntas akan mempengaruhi administrasi partai, kaitannya sama Kemenkumham,” tandasnya. (wld/saf/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs