Deddy Yevry Sitorus Ketua DPP PDI Perjuangan menegaskan, pemanggilan terhadap Rieke Diah Pitaloka oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI akan berdampak kepada daya kritis Anggota DPR dan berpotensi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada lembaga DPR.
Hal ini disampaikan Deddy terkait Rieke Diah Pitaloka anggota fraksi PDIP DPR RI yang dilaporkan Alfadjri Aditia Prayoga ke MKD karena dianggap memprovokasi untuk menolak kebijakan PPN 12 persen.
“DPR adalah lembaga yang menjalankan fungsi check and balances terhadap pengelolaan kekuasaan pemerintahan. Fungsi pengawasan itu dijalankan dan dimanifestasikan oleh Anggota DPR,” ujar Deddy dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/12/2024).
Kata dia, yang harusnya dipermasalahkan adalah kalau Anggota DPR itu abai, kebal terhadap tugas dan aspirasi masyarakat.
Yang harusnya diperiksa MKD itu, menurut Deddy, adalah Anggota DPR yang tidak pernah berbicara, baik di ruang sidang maupun kepada publik melalui media mainstream maupun media sosial.
“Parlemen itu asal katanya “parle”, artinya “berbicara”. Kalau Anggota DPR tidak bersuara, untuk apa rakyat membayar gajinya yang berasal dari APBN itu?” Kata Deddy.
Seharusnya, lanjut Deddy, MKD itu dibuat untuk melindungi kebebasan Anggota DPR berbicara, bukan untuk mengekang atau menghukum. Sangat berbahaya bagi DPR jika MKD dipakai sebagai sarana untuk menggunting lidah para anggotanya.
“Ketika setiap sikap kritis anggota dewan diframing sebagai kejahatan lewat “pengaduan masyarakat”, maka lembaga DPR berpotensi sekadar menjadi stempel bagi kekuasaan. Sesuatu yang tentu bertentangan dengan alasan DPR membuat lembaga yang namanya MKD,” pungkas Deddy.
Sekadar diketahui, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI mengagendakan pemanggilqn terhadap Rieke Diah Pitaloka anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan terkait dugaan provokasi ajakan penolakan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan diberlakukan pemerintah Januari 2025.
MKD memanggil Rieke berdasarkan aduan dari Alfadjri Aditia Prayoga yang menyebutkan kalau Rieke diduga melanggar kode etik atas pernyataannya dalam konten yang diunggah di akun media sosial terkait ajakan atau provokasi untuk menolak kebijakan PPN 12 persen. (faz/ipg)