Jenderal Agus Subiyanto Panglima TNI mengatakan, TNI akan membantu pemerintah dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 dan membantu Polri dalam pengamanan setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 agar berjalan dengan aman tertib dan lancar.
Menurut Agus, tahapannya telah dimulai pada akhir Agustus dan akan berakhir sampai dengan akhir bulan Desember 2024.
“Pilkada tahun ini akan dilaksanakan di 545 wilayah di seluruh Indonesia yang dilaksanakan di 37 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota,” ujar Panglima TNI dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (25/11/2024).
“Yang akan diikuti lebih dari 1000 pasangan calon kepala daerah, baik gubernur dan wakil gubernur, bupati, wakil bupati serta walikota dan wakil walikota, dan terdapat 34 orang bakal calon kepala daerah yang merupakan prajurit TNI baik aktif maupun purnawirawan dengan rincian 16 orang perwira tinggi, 16 orang perwira menengah dan dua orang perwira pertama dan satu orang tamtama TNI,” imbuhnya.
Kata Agus, Dinamika Pilkada dia sampaikan karena TNI mempunyai komitmen netral. Dinamika inilah yang membuat Pilkada serentak 2024 lebih kompleks daripada Pilpres.
“Hal ini penting saya sampaikan karena telah menjadi komitmen TNI terkait netralitas dalam pilkada. Situasi menjelang Pilkada serentak sampai dengan tahap pendaftaran paslon sangat dinamis sehingga menyebabkan Pilkada serentak ke depan memiliki kompleksitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pilpres,” tegasnya.
Kata dia, untuk mengantisipasi kemungkinan potensi kerawanan dalam pilkada tahun ini, maka TNI telah melaksanakan koordinasi dengan Bawaslu untuk bersama-sama menganalisis potensi kerawanan yang akan dihadapi oleh KPU maupun Bawaslu yang belum mendapat perhatian bagi TNI.
“Dari catatan sintel (staf intelijen) TNI, TNI akan dan telah memetakan provinsi-provinsi yang memiliki tingkat kerawanan, mulai dari tinggi sampai dengan sedang. Pada tingkat kerawanan tinggi terdapat empat provinsi, tingkat kerawanan sedang ada 23 provinsi dan tingkat kerawanan rendah di 10 provinsi,” jelasnya.
Agus menegaskan, kerawanan terbagi dalam tiga konteks utama yaitu politik, sosial budaya dan keamanan dalam negeri. Pada konteks politik persaingan antar pasangan calon berpotensi memicu konflik terutama jika terdapat saling serang antar pendukung. Kemudian aktivitas masa yang mendukung paslon tertentu dapat menjadi sumber ketegangan terutama bila terjadi klaim kemenangan atau protes terhadap hasil pemilu.
Kemudian faktor pemicu konfliknya adalah pengumuman hasil pilkada yang tidak sesuai prediksi elektabilitas paslon, kemudian ketidakpuasan para pendukung terhadap hasil pilkada yang seringkali menjadi sumber protes besar-besaran.
Pada konteks sosial budaya, kata Agus, medan yang sulit dan terbatasnya sarana transportasi dapat menghambat distribusi logistik Pilkada memunculkan ketegangan di masyarakat.
“Faktor pemicu konfliknya adalah terbatasnya sarana angkutan dan medan yang sulit dalam mendistribusikan logistik Pilkada. Kendala ini dapat memicu ketidakpuasan masyarakat yang merasa hak suara mereka terancam,” terangnya.
Panglima TNI mengatakan, pada konteks Pamdagri, ancaman dari kelompok tertentu yang berupaya mengganggu jalannya Pilkada, seperti aksi intimidasi atau sabotase sistem perwakilan dalam pemilu seperti sistem noken di Papua, dapat menjadi sumber ketidakpuasan massa terutama jika mereka tidak setuju dengan pilihan yang ditentukan oleh kepala suku.
“Faktor pemicu konfliknya adalah aksi kelompok tertentu yang bertujuan mengganggu pelaksanaan Pilkada. Ketidaksetujuan massa terhadap pilihan paslon yang ditentukan oleh kepala suku memicu konflik horizontal di tingkat lokal,” pungkasnya. (faz/faz)