Jumat, 22 November 2024

Pakar: Tantangan Demokrasi Indonesia Lebih Berat Setelah MA Turunkan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Foto: Istimewa

Satria Unggul Wicaksana Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya buka suara soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang menurunkan batas usia calon kepala daerah.

Terkait dengan batas usia tersebut, ia mengingatkan masyarakat pada putusan MK No. 90 Tahun 2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka.

“Fenomena penurunan angka usia ini, tidak hanya dipandang secara normatif ya. Kalau dipandang secara normatif tentu itu adalah hak dari masing-masing partai politik atau pihak-pihak yang memiliki legal standing untuk menurunkan angka atau usia calon kepala daerah. Tetapi perlu dilihat bahwa di sana ada niat, ada upaya terstruktur yang dilakukan, tentu untuk meloloskan Kaesang sebagai calon kepala daerah,” katanya, Rabu (5/6/2024).

Satria melihat hal tersebut sebagai tantangan dan persoalan besar bagi masa depan demokrasi Indonesia. Sehingga, harus ada upaya untuk memastikan demokrasi berjalan sebagaimana mestinya.

“Kalau dibilang semua ini dikembalikan ke rakyat untuk menentukan pilihan, memang demikian adanya. Tetapi, kita harus lihat bahwa instrumen kekuasaan negara, yang memiliki sumber daya mengarahkan dan menentukan kebijakan yang dikehendaki, kepada konstituen yang dipilih,” jelasnya.

Kondisi tersebut, kata dia, menunjukkan jika ada kekuatan politik yang mengontrol atau menajdi political driven dalam kontestasi.

“Kalau kita lihat semua sangat mungkin terjadi. Kan usia Kaesang 29, diturunkan hingga 25, tentu kita harus lihat niat, kalau di dalam istilah hukum, niat itu bisa dilihat atau bisa dinilai sebagai motif dalam suatu tindakan hukum, yang dalam hal ini adalah perubahan atau pengujian di Mahkamah Agung,” bebernya.

Dengan kondisi tersebut, ia menekankan perlunya kontrol yang juga harus dilakukan oleh partai politik, sebagai upaya untuk memastikan tidak ada praktik-praktik semacam itu.

Ia mengingatkan, praktik semacam itu bisa menjadi pintu yang sangat terbuka menuju nepotisme. Sedangkan, nepotisme merupakan suatu penyakit yang harus diselesaikan setelah reformasi, termasuk juga korupsi dan kolusi.

Penurunan batas usia calon kepala daerah, lanjut dia, membuka peluang bagi kandidat muda untuk memimpin. Namun, jalan nepotisme juga tidak boleh diabaikan, sehingga perlu pengawasan untuk merawat demokrasi.

“Dengan seperti ini, tentu tantangannya jauh lebih berat setelah Pemilu 2024 ini,” pungkasnya. (ris/bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs