Kamis, 21 November 2024

Pakar Politik Unesa: Putusan MK Tidak Diakomodir Memperkuat Isu Politik Dinasti

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Massa melakukan aksi unjuk rasa menolak pengesahan RUU Pilkada, Kamis (22/8/2024), di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Foto: Farid suarasurabaya.net

Tidak diakomodirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.70/PUU-XXI/2024 oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memperkuat kesan isu politik dinasti.

Hal itu disampaikan Moch. Mubarok Muharam Pakar Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Menurutnya, putusan MK itu bersifat mengikat sehingga legislatif harus mengakomodir putusan tersebut. Bahkan di putusan No.60/PUU-XXII/2024 hanya diakomodir sebagian.

“DPR tidak boleh menolak keputusan MK, kalau membuat aturan sendiri ini kan seolah-olah melawan hasil konstitusi, kalau MK menentukan A ya harus dipatuhi secara hukum,” ujar Mubarok kepada suarasurabaya.net, Kamis (22/8/2024).

Diketahui, sembilan fraksi dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg DPR RI menyampaikan pandangan mini fraksi, Rabu (21/8/2024) kemarin.

Dalam rapat itu, Baleg DPR RI tidak mengakomodasi semua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) termasuk No.70/PUU-XXI/2024. Contohnya seperti, soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7. Justru putusan MA yang diakomodir.

MA diketahui meminta KPU supaya mengubah syarat batas usia calon gubernur dan wakil gubernur lewat amar putusan terhadap gugatan yang dilayangkan Partai Garuda.

Melalui amar putusan itu, MA meminta agar syarat usia 30 tahun bagi cagub dan cawagub tidak terhitung sejak penetapan cagub-cawagub sebagai pasangan calon oleh KPU, melainkan sejak pelantikan.

Sementara di putusan MK No.60 PUU-XXII/2024, Baleg DPR RI menyatakan bahwa partai parlemen harus menerapkan syarat treshold 20 persen. Sedangkan partai non parlemen, boleh mengusung calon dengan memenuhi suara sah menyesuaikan DPT setiap provinsi.

Kata Mubarok, kondisi ini membuat sebagian orang kecewa serta menguatkan dugaan soal upaya menjegal parpol tertentu dan menguatkan isu politik dinasti. Ia menyatakan, hukum terkesan dimainkan.

“Akhirnya parpol yang berhak mencalonkan di Pilgub yang mencapai 20 persen itu, membuat parpol tertentu tidak bisa mencalonkan di DKI Jakarta atau bahkan di Jatim,” ungkapnya.

Mubarok melanjutkan. “Iya itu kan, berarti keputusan Baleg memperkuat tumbuhnya politik dinasti yang melibatkan elite penting di negeri ini,” ungkapnya.

Mubarok menegaskan, semua elemen masyarakat tidak boleh tinggal diam melihat kondisi ini. Harus ada yang menyuarakan dan memperjuangkan supaya Revisi Undang Undang (RUU) Pilkada dari hasil rapat Baleg batal disetujui.

“Masyarakat prihatin, kecewa. Harus menyuarakan aspirasi itu juga di media sosial. Jangan sampai demokrasi terkotori politik tidak mencerminkan kepatutan, jangan lah,” tegasnya.(wld/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Kamis, 21 November 2024
26o
Kurs