Dalam mengurai fenomena yang terjadi dalam sidang sengketa Pilpres tahun 2024, Haidar Adam, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Airlangga (Unair) mengatakan sengketa Pilpres tahun ini mencatat jumlah pemohon yang hampir mencapai 3.000 halaman putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
Menyoroti pentingnya proses hukum yang transparan dan berintegritas Haidar dalam Program Wawasan Suara Surabaya, Selasa (23/4/2024) menjelaskan sidang mengatakan, dalam putusannya MK tidak hanya mengeluarkan opini mayoritas, tetapi juga memberikan ruang bagi pendapat hakim yang berbeda (Dissenting Opinion). Hal ini menandai langkah signifikan, dalam upaya mencapai keadilan yang sejati.
Sementara menyoroti substansi dari putusan MK yang menyatakan permohonan pemohon “tidak beralasan menurut hukum seluruhnya,” baik dari dalil pemohon paslon 1 dan 3, Haidar melihat perspektif hukum legislasi yang menjadi dasar pemikiran hakim MK, dalam mengambil keputusan.
Menurutnya, perbedaan pendapat di antara hakim mencerminkan independensi dan ketidakberpihakan MK, dalam menjalankan tugasnya.
Dalam menjelaskan bukti-bukti yang diajukan, Haidar Adam menyoroti pentingnya kualitas bukti dalam proses pengadilan.
Meskipun pemohon punya banyak alat bukti yang disampaikan, tapi tidak semua signifikan dan cukup kuat untuk mengubah hasil.
Haidar menegaskan perlunya kebijakan yang lebih ketat terkait bukti yang diajukan, dalam persidangan agar proses pengadilan dapat berjalan dengan adil dan transparan.
Dalam menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan MK, Haidar Adam menekankan pentingnya proses pengambilan keputusan yang independen dan adil dalam menentukan legitimasi suatu proses politik.
Dengan pendekatan yang mendalam dan kritis, Haidar membawa pemahaman baru pada kompleksitas, sengketa Pilpres tahun ini.(hdr/ipg)