Semua negara anggota Uni Eropa (EU) diwajibkan menindaklanjuti surat perintah penangkapan yang diterbitkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Hal itu diungkap Peter Stano juru bicara EU, dalam pernyataan tertulisnya kepada Anadolu pada Kamis (28/11/2024), seperti dilansir Antara.
Pernyataan tersebut merujuk pada surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC terhadap Benjamin Netanyahu Perdana Menteri Israel dan mantan Yoav Gallant Menteri Pertahanan, terkait dugaan kejahatan perang di Gaza.
Pekan lalu, ICC mencatat sejarah dengan mengeluarkan surat perintah tersebut, menuduh Netanyahu dan Gallant melakukan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan dalam konflik Gaza.
Sejak Oktober 2023, konflik di Gaza telah menyebabkan lebih dari 44.000 korban jiwa. Gallant, yang mempimpin operasi militer sebelum diberhentikan awal bulan ini, dianggap bertanggung jawab atas aksi militer dalam perang yang masih berlangsung.
Beberapa negara anggota EU menyatakan siap menjalankan perintah ICC jika Netanyahu atau Gallant memasuki wilayah mereka.
Sejumlah negara anggota EU menyatakan akan melaksanakan surat perintah tersebut jika pejabat-pejabat Israel itu memasuki wilayah mereka.
Namun, beberapa lainnya tidak memberikan pernyataan jelas. Satu negara anggota bahkan mengatakan tidak akan melakukan penangkapan.
Ketika menanggapi surat perintah penangkapan tersebut, Stano menulis bahwa Uni Eropa sangat berkomitmen pada keadilan pidana internasional dan perjuangan melawan impunitas.
Stano mengatakan, EU mendukung ICC serta prinsip-prinsip yang diatur dalam Statuta Roma, yang menjadi dasar pendirian pengadilan tersebut, dan independensi serta imparsialitas pengadilan.
“Mandat ICC adalah mengadili kejahatan paling serius berdasarkan hukum internasional,” katanya menekankan
Stano menegaskan bahwa semua negara anggota Uni Eropa yang telah meratifikasi Statuta Roma memiliki kewajiban untuk melaksanakan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC.
Israel melancarkan perang genosida di Jalur Gaza setelah serangan Hamas pada Oktober 2023, yang hingga kini telah menewaskan hampir 44.300 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta melukai lebih dari 104.000 orang.
Genosida di Gaza, yang telah memasuki tahun kedua, telah memicu kecaman internasional yang semakin meningkat. (ant/vin/ham/ipg)