Polda Jawa Timur (Jatim) mengungkap tiga tersangka pembacokan di Desa Ketapang Laok, Kabupaten Sampang, Madura berserta peran dan motifnya yang menewaskan korban J saksi salah satu pasangan calon Cabup-Cawabup Sampang.
Para tersangka yang diringkus polisi dalam kasus ini adalah Fendi Sranum, Abd. Rohman, dan Suadi. Ketiganya merupakan warga Sampang, Madura.
Kombes Farman Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jatim dalam jumpa pers, Kamis (21/11/2024) sore, menjelaskan kronologi dan penyebab pembacokan di Sampang itu.
Kejadian ini bermula dari kedatangan Slamet Junaidi Calon Bupati Sampang nomor urut 2 secara mendadak ke Padepokan Babussalam milik Kiai Mualif.
“Selanjutnya Kiai Mualif meminta Asrofi (orangnya) untuk mengumpulkan jemaah dzikir untuk menyambut kedatangan H. Slamet Junaidi,” kata Farman dalam konferensi pers di Mapolda Jatim.
Namun kedatangan rombongan Slamet Junaidi itu diketahui oleh Kiai Hamduddin saat lewat di depan rumahnya menuju padepokan Kiai Mualif. Farman menyebut, Kiai Mualif adalah menantu keponakan dari Kiai Hamduddin.
Kedatangan rombongan Slamet Junaidi pun tidak disambut baik oleh Kiai Hamduddin. Sebab sebagai orang yang lebih tua, pihak Kiai Mualif dan rombongan calon bupati itu tidak meminta izin lebih dulu ke dirinya.
“(Kedatangan Slamet Junaidi) menimbulkan ketidak senangan Kyai Hamdudin karena kyai Mualif sebagai mantu keponakan tidak ijin atas kedatangan rombongan Haji Selamet Junaidi ke padepokan Kyai Mualif,” kata Farman.
Kelompok Kiai Hamdudin lantas melakukan blokade jalan dengan mobil dan potongan kayu supaya rombongan itu tidak bisa masuk ke padepokan.
Dari situlah terjadinya cekcok dari kelompok Kiai Mualif saat itu berisikan sosok inisial J yang selanjutnya jadi korban meninggal, kemudian Muadi, Mat Yasid, dan Abdussalam dengan kelompok Kiai Hamdudin.
“Dari situ kelompok Kiai Hamduddin menolak dan menyuruh (rombongan) agar lewat jalur lain,” katanya.
Kemudian sesaat setelah rombongan Junaidi meninggalkan padepokan, terjadi cekcok lanjutan antara Asrofi salah satu orang dari kelompok Kiai Mualif dengan Kiai Hamdudin sendiri.
“Kyai Hamdudin merasa tersinggung atas perbuatan Asrofi yang mengumpulkan Santri Zikir tanpa ijin atau kulonuwun kepada Kyai Hamdudin yang juga sebagai tokoh di daerah Ketapang Laok,” tuturnya.
Farman lantas menirukan percakapan antara Asrofi dengan Kiai Hamdudin sebagai berikut.
“Kurang ajar, di sini kamu cuma pendatang kok mendatangkan orang. Kurang ajar,” ucap Kiai Hamdudin ditirukan Farman.
Lalu dijawab oleh Asrofi. “Kurangajarnya seperti apa? Wong di sini cuma mampir. Salahnya di mana? Masa mau ditolak kan tidak enak,” jawab Asrofi seperti disampaikan Farman.
Selanjutnya dijawab lagi oleh Kiai Hamdudin. ” Diam Kamu, nanti tak tempeleng kamu”. Lalu dibalas oleh Asrofi “Coba kalau berani nempeleng (mukul),”.
Di sela pertengkaran dengan Kiai Hamdudin itu, Asrofi kemudian dilerai oleh Kiai Muhtar (salah satu orang kelompok Kiai Mualif) dan korban J untuk masuk ke padepokan.
Tidak lama kemudian, kelompok Kiai Hamdudin marah kepada Asrofi karena beradu mulut dengan kiainya. Mereka pun mengejar Asrofi.
Sementara korban J berusaha melindungi Asrofi dari kejaran sembilan orang dari kelompok Kiai Hamdudin.
Namun tiba-tiba terhembus kabar bohong bahwa korban J dianggap melakukan pemukulan terhadap Kiai Hamdudin. Kabar bohong itulah yang kemudian membuat kelompok Kiai Hamdudin marah dan mengeluarkan celurit.
“Setelah dihembuskan isu bahwa telah terjadi pemukulan terhadap Kiai Hamdudin yang kemudian membuat massa marah dan menyerang korban Alm. J,” katanya.
Dari situlah peristiwa pembacokan yang dialami oleh korban J terjadi, hingga mengalami luka di beberapa bagian tubuh dan dinyatakan meninggal dunia saat perawatan di RSUD Ketapang Kabupaten Sampang.
“Kemudian terjadi peristiwa menggunakan kekerasan bersama-sama terhadap orang dengan menggunakan sajam berupa celurit sehingga berakibat meninggalnya korban atas nama J,” kata Farman.
Farman juga menegaskan bahwa informasi bahwa korban J telah memukul Kiai Hamduddin tidak lah benar atau hoaks. “Dari hasil pemeriksaan tidak ada aksi pemukulan yang dilakukan oleh korban,” tegasnya.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 170 ayat 2 ke-3e KUHP tentang kekerasan yang mengakibatkan kematian. Saat ini, tiga tersangka itu telah ditahan di Rutan Polda Jatim.
“Ancaman hukuman 10 tahun penjara,” tandas Farman. (wld/bil/ham)