Jumat, 18 Oktober 2024

Legislator: Pendidikan Indonesia Masuk Kategori Kritis, Perlu Evaluasi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Gamal Albinsaid anggota DPR Fraksi PKS. Foto : istimewa

Gamal Albinsaid Anggota DPR RI menyoroti kualitas sumber daya manusia Indonesia terkait pendidikan. Hal ini menjadi catatan bagaimana pendidikan di Indonesia masuk dalam kategori kritis. Untuk itu, Gamal menilai perlu ada evaluasi sistem pendidikan di Indonesia.

Satu di antara indikatornya, kata Gamal, terlihat dari rendahnya hasil capaian Indonesia dalam program PISA (Program for International Student Assessment) pada tahun 2022. Indonesia berada di peringkat 69 dari 81 negara dengan skor membaca, matematika, dan sains yang jauh di bawah target yang ditetapkan.

Menurut Gamal, hasil PISA tersebut merupakan skor terendah sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA yang diinisiasi oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) itu.

“Capaian nilai PISA kita tertinggal jauh dari rata-rata negara OECD dan ASEAN. Skor membaca 356 jauh, di bawah target RPJMN 392. Skor matematika 366, jauh di bawah target RPJMN 392. Skor sains 383, jauh di bawah target RPJMN 402,” ujar Gamal dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (18/10/2024).

Lebih lanjut, Gamal menyoroti krisis literasi di Indonesia. Berdasarkan data UNESCO, minat baca Indonesia berada dalam kategori memprihatinkan karena dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Penelitian World’s Most Literate Nation Ranking oleh CCSU juga menyatakan Indonesia peringkat 60 dari 61 negara untuk minat baca.

“Outcome pendidikan kita belum optimal yang diukur dari berbagai hasil assessment pendidikan,” ungkap Politisi Fraksi PKS itu.

Indonesia pun turut mengalami krisis numerasi. Menurut Gamal, berbagai assessment menunjukkan stagnasi atau kemajuan yang lambat terhadap kemampuan numerasi siswa di Indonesia.

“Hasil tes IFLS menunjukkan rendahnya probabilitas siswa usia sekolah dalam penguasaan materi perhitungan dasar. Kemudian kenaikan jenjang pendidikan tidak menaikkan kemampuan literasi secara signifikan. Misalkan dalam tes IFLS anak kelas 1 mendapatkan skor 26,5% dan anak kelas 12 mendapat skor 38,7%. Jadi anak kelas 1 sampai 12 selama 12 tahun belajar kemampuan numerasinya meningkat hanya sekitar 12 persen saja,” terangnya.

Untuk itu, Gamal menilai, perlu ada evaluasi sistem pendidikan di Indonesia. Sebab dari data tersebut dapat disimpulkan penambahan jenjang pendidikan tidak meningkatkan kemampuan numerasi anak-anak secara signifikan.

“Jadi, walaupun siswa tersebut naik kelas, peningkatan kemampuan siswa antara jenjang satu dengan jenjang berikutnya tidak memiliki kenaikan yang signifikan. Oleh, karena itu kita perlu memprioritaskan kemampuan literasi dan numerasi sebagai orientasi pembelajaran,” katanya.

Menurut Gamal, Indonesia telah berhasil membuka akses pendidikan, namun yang harus dilakukan selanjutnya adalah meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Pasalnya tidak sedikit anak-anak yang bersekolah namun tidak paham dengan apa yang mereka pelajari.

“Setelah kami pelajari anggaran yang besar itu berhasil meningkatkan akses pendidikan atau schooling yang ditunjukkan dari angka partisipasi sekolah yang semakin meningkat. Yang kita perlu lakukan berikutnya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar atau learning untuk meningkatkan output atau outcome pendidikan. Dari Schooling fokus ke learning,” jelas Gamal.

Padahal, kata Gamal, anggaran pendidikan Indonesia salah satu yang cukup besar di Asia. Berdasarkan amanat konstitusi, 20 persen anggaran negara setiap tahunnya harus dialokasikan untuk pendidikan.

“Dengan adanya spending anggaran sekitar Rp 665 triliun kita seharusnya mampu melakukan akselerasi peningkatan indikator kinerja pendidikan.” pungkas Legislator dapil Jawa Timur V itu.(faz/iss)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Jumat, 18 Oktober 2024
31o
Kurs