Sabtu, 19 Oktober 2024

Khofifah Tak Merasa Terpojok Saat Debat Meski Disinggung Soal Kemiskinan Jatim

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Khofifah Indar Parawansa Cagub Jatim nomor urut 2 saat ditemui usai debat perdana Pilgub Jatim di Graha Unesa, Jumat (18/10/2024). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Khofifah Indar Parawansa Calon Gubernur Jawa Timur (Cagub Jatim) nomor urut 2 tak merasa tersinggung maupun dipojokkan meskipun capainnya soal penurunan angka kemiskinan disinggung cagub lain dalam debat perdana Pilgub Jatim, Jumat (18/10/2024) malam.

“Enggak lah. Enggak, biasa aja,” kata Khofifah saat ditemui usai denat di Graha Unesa.

Sebagi calon petahana, berbagai capaian Khofifah disorot oleh calon lain dalam debat. Terutama oleh Luluk Nur Hamidah Cagub Jatim nomor urut 1 yang menyinggung tentang angka kemiskinan di Jatim.

Khofifah mengatakan, selama memimpin Provinsi Jatim lima tahun ke belakang, dirinya terus berupaya mengentaskan angka kemiskinan di beberapa wilayah.

Termasuk soal kemiskinan ekstrem yang turun 3,74 persen menjadi 0,66 persen dalam kurun 2020-2024 menurut data BPS.

Khofifah menyebut, data BPS merupakan rujukan utama untuk melihat capaian menurunkan angka kemiskinan ekstrem dalam kurun waktu tahun ke tahun.

“Basisnya, sumbernya, jadi kalau pakai BPS kemiskinan kita hampir 0 loh, 0,66 persen dari 4,4 persen. Ya itu data, gitu. Mau dibuka di googling juga datanya segitu,” ungkapnya.

“Dulu kami masuk dari 2019, kemiskinan di Jatim makronya Jatim ranking 14, sekarang dilihat kita rangking 20. Berarti ada penurunan cukup signifikan, itu kemiskinan makro. Kalau kemiskinan ekstremnya 4,4 menjadi 0,66, itu datanya bahwa ini sebuah proses,” imbuh Khofifah.

Namun angka kemiskinan secara makro seperti yang disebutkan Khofifah menurut data BPS per Maret 2024 masih cukup tinggi. Yang mana, angka kemiskinan Provinsi Jatim menempati urutan ketiga di Pulau Jawa dengan persentase 9,79 persen.

Meski begitu Khofifah menganggap debat perdana kali ini menyuguhkan tema yang sangat empiris untuk menunjukkan kondisi sosial Jatim. Sehingga membuat para paslon harus menyiapkan strategi dan visi terbaiknya.

“Kami sampaikan terima kasih ke KPU yang sudah menyelenggarakan format menurut saya bisa mengeksplore pikiran-pikiran yang sudah disiapkan, dan dirancang semua paslon. Semua baik, maka saya mengakhiri ayo berlomba-lomba menuju kebaikan. Tema-temanya kan langsung menyentuh masyarakat, kesehatan, kohesivitas sosial, digital,” tandasnya.

Di sisi lain, Luluk Nur Hamidah Calon Gubernur (Cagub) Jawa Timur nomor urut 1 menyoroti kekurangan petahana Khofifah usai beradu argumen dalam debat perdana Pilgub Jatim 2024, Jumat malam di Graha Unesa.

“Yang kurang dari petahana ya soal komitmennya bener-bener meng-adress isu terkait dengan kesenjangan, disparitas, baik itu kesenjangan, kesejahteraan,” ujar Luluk kepada awak media usai debat.

Menurut kader PKB itu, kesenjangan dalam pemerintahan Khofifah juga terjadi di sektor infrastuktur Jatim. Kata Luluk, kondisi ini membuat permasalahan menjadi kompleks.

“Kemudian kesenjangan dari sisi infrastruktur yang parah padahal ini berkaitan, di situ juga kemiskinan di situ juga ada kasus stunting tinggi, di situ juga ada pengangguran jadi semua terkoneksi,” ungkapnya.

Luluk kemudian menyoroti kesenjangan di Madura yang juga ia tanyakan kepada dua paslon saat debat berlangsung.

“Lha yang menarik itu di madura, kenapa gini ratio-nya (alat mengukur tingkat ketimpangan) itu tidak tinggi? Karena memang perbandingannya semuanya sama-sama miskin. Sehingga kemudian tidak tinggi,” tuturnya.

Kondisi serupa seperti di Madura itu, menurut Luluk juga dialami beberapa daerah di wilayah Tapal Kuda seperti Jember, Probolinggo, Lumajang, hingga Bondowoso.

Berdasarkan data BPS per Maret 2024 menunjukkan, angka kemiskinan Provinsi Jatim menempati urutan ketiga di Pulau Jawa dengan persentase 9,79 persen.

“Kemudian di daerah Tapal Kuda, di daerah daerah Lingkar Selatan maka kelihatan sekali hampir satu levelnya. Itu sangat tajam perbedaannya, jadi yang kaya semakin kaya yang miskin semakin terpuruk, itu kondisi di Jawa Timur,” tuturnya.

Maka Luluk menegaskan, menjadi sosok pemimpin harus jujur dalam melihat problem sosial yang dialami masyarakat. Sebab kejujuran itu, kata dia, menjadi modal untuk mencari solusi.

“Menurut saya itu penting untuk sikap kejujuran ya, jadi harus jujur melihat problem harus jujur, apa yang tidak dilakukan. Jadi kalau itu yang kemudian kita lihat, maka sebenarnya nggak mungkin ada jumlah warga miskin tertinggi di Indonesia itu malah Jawa Timur. Hampir sekitar 3,9 juta lebih kurang seperti itu,” katanya.(wld/bil/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Sabtu, 19 Oktober 2024
34o
Kurs