Said Abdullah Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mengatakan, pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara komprehensif.
Pernyataan itu disampaikan Said, siang hari ini, Kamis (14/3/2024), di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, merespons rencana pemerintah menaikkan lagi PPN tahun depan.
“Prinsipnya, saya minta pemerintah untuk membuat kajian atas rencana kenaikan PPN lebih komprehensif, mempertimbangkan semua aspek,” ujarnya.
Merujuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah menetapkan kenaikan PPN jadi 12 persen tahun 2025, sesudah naik dari 10 ke 11 persen pada April 2022.
Menurut Said, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat sebelum menerapkan kebijakan menaikkan PPN.
Legislator dari PDI Perjuangan itu menyatakan, daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dibandingkan sebelum Pandemi Covid-19.
Indikatornya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun 2023 di angka 4,83 persen. Sedangkan rata-rata pertumbuhan periode 2011-2019 ada di level 5,1 persen.
Kemudian, angka Indeks Penjualan Riil (IPR) tahun 2023 rata-rata di bawah 210. Angka itu lebih rendah dari tahun 2019 di kisaran 220.
Walau pendapatan negara bisa meningkat sampai Rp375 triliun dari kenaikan PPN, Said menilai pemerintah perlu cari alternatif lain untuk pendongkrak penerimaan pajak, tanpa menambah beban masyarakat.
*Jadi, bukan semata-mata keinginan untuk menaikkan pendapatan negara. Tapi, menimbang kondisi perekonomian nasional pada 2025, terutama daya beli masyarakat, tingkat inflasi di consumer good, perumahan, transportasi, dan kesehatan,” tegas Said.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengatakan, kenaikan tarif PPN 12 persen akan dibahas lebih lanjut dalam penyusunan APBN 2025, bulan April 2024.
Airlangga menjelaskan, dalam Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen, dan paling tinggi 15 persen.
Ketua Umum DPP Partai Golkar itu menyebut, penyesuaian peraturan tersebut tergantung kebijakan pemerintah selanjutnya. (rid/ham)