Jumat, 22 November 2024

Indostrategic: Pertemuan Jokowi-AHY Sinyal Keberpihakan Jokowi ke Prabowo-Gibran Semakin Terbuka

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ahmad Khoirul Umam ‎Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Ahmad Khoirul Umam Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) mengatakan, pertemuan Jokowi Presiden dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Ketua Umum Partai Demokrat di Yogyakarta Minggu (28/1/2024), menyempurnakan rangkaian pertemuan Jokowi dengan para ketua umum partai-partai politik Senayan pengusung pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo-Gibran.

“Sebelum Jokowi melakukan lawatan ke negara-negara jiran di Asia Tenggara sekaligus mangkir dari perayaan HUT ke-51 PDIP, Jokowi telah satu per satu menemui Prabowo Subianto Ketum Gerindra yang juga capres nomor urut 2, lalu berlanjut dengan Airlangga Hartarto Ketum Golkar dan Zulkifli Hasan Ketum PAN,” ujar Umam kepada suarasurabaya.net, Senin (29/1/2024).

Saat itu, lanjut Umam, sejumlah spekulasi bermunculan, mengapa Jokowi tidak menemui Ketum Partai Demokrat. Maka, pertemuan Jokowi dan AHY hari Minggu kemarin menyempurnakan rangkaian pertemuan itu, sekaligus menegaskan arah keberpihakan dan dukungan politik Jokowi untuk Prabowo-Gibran.

Kata dia, pertemuan Jokowi dan AHY ini merupakan bentuk pengakuan terhadap peran Partai Demokrat dalam proses pemenangan Prabowo-Gibran.

“Jokowi tampaknya ingin memastikan infrastruktur pemenangan dan mesin politik Prabowo-Gibran benar-benar berjalan optimal, jelang 16 hari menuju Pemilu pada 14 Februari 2024 mendatang,” kata Umam.

Di sisi lain, menurut Umam, dalam berbagai kesempatan, AHY juga sering menyampaikan pesan bahwa partainya kali ini sangat serius dan tidak main-main dalam kerja-kerja politik pemenangan Prabowo-Gibran.

Dalam statemen publiknya, AHY sering menekankan pesan “gas pol” dan “Demokrat all out” untuk pemenangan Prabowo-Gibran.

Hal sama juga sering disampaikan SBY Presiden ke-6 RI yang juga sesepuh di Demokrat.

Umam menjelaskan, ketegasan AHY dan Demokrat untuk mendukung Prabowo-Gibran ini wajar dan cukup bisa dipahami, mengingat menang atau kalahnya Prabowo-Gibran di Pemilu 2024 ini akan menjadi “pertaruhan besar” bagi Demokrat, yang selama 10 tahun ini telah memilih berpuasa dari kekuasaan.

“Menang atau kalahnya Prabowo-Gibran akan menjawab asa Partai Demokrat, akankah Demokrat bisa kembali masuk ke pemerintahan? Sekaligus juga menjawab arah ketetapan takdir, apakah keputusan Demokrat bermanuver untuk cabut dari Koalisi Perubahan yang selama dua tahun sebelumnya ia bangun bersama Nasdem dan PKS, apakah tepat atau tidak,” jelasnya.

Kata Umam, jika Demokrat berkerja optimal, Prabowo-Gibran akan mendapatkan insentif elektoral di basis-basis kekuatan Demokrat selama ini, terutama di wilayah Jawa Timur area Mataraman atau Selatan, lalu Jawa Barat, Banten, Aceh, Sumatera Barat, dan sejumlah titik di Sumatera secara umum, termasuk juga beberapa simpul kekuatan di wilayah Indonesia Timur, khususnya Papua.

“Di Papua William Wandik politisi Demokrat juga menjadi Ketua Umum Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan juga Istri mendiang Lukas Enembe yang memiliki akar politik kuat di Papua pegunungan juga kini menjadi Caleg Demokrat. Artinya, dukungan Demokrat kepada Prabowo-Gibran cukup menentukan, khususnya dalam upaya penguatan target menang satu putaran,” kata dia.

Umam megungkapkan, jika Prabowo-Gibran bisa lebih disiplin dan menghindari blunder-blunder dalam sikap dan statemen publiknya, kemungkinan menang satu putaran cukup berpeluang diantisipasi.

Di sisi lain, Demokrat juga bisa mendapatkan keuntungan politik tersendiri lewat keberpihakannya pada Prabowo-Gibran. Sebab, selain memiliki magnet politik sendiri sejak Pemilu 2004, Demokrat juga bisa memperoleh efek ekor jas (coat-tail effect).

Selain itu, karakter swing voters dan DNA pemilih di Indonesia umumnya cenderung digerakkan oleh tren umum dan dinamika isu jelang Pilpres, dimana para pemilih cenderung terbawa ikut-ikutan mendukung Paslon tertentu yang memiliki kemungkinan menang lebih besar dalam Pilpres, serta Paslon yang relatif tercitrakan lebih kuat serta dekat dengan kekuasaan (the ruling power).

Kata Umam, dinamika politik semacam ini seringkali terjadi dan menggeliat di akar rumput, sebagai fenomena politik alamiah yang secara sosio-antropologis, terbukti terjadi di Pilpres 2009, 2014, dan juga 2019.

“Karena itu, narasi Demokrat yang belakangan digemakan AHY tentang pentingnya keberlanjutan dan perbaikan, sebagai derivasi nama lain dari perubahan, cukup relevan dan bisa ia kapitalisasi untuk penambahan kekuatan suara di Pemilu 2024 ini,” pungkas Umam. (faz/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs