Sabtu, 23 November 2024

Eep Saefulloh Sebut Jokowi Orang Pertama Paling Deg-Degan pada 14 Februari Nanti

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Eep Saefulloh Fatah (tengah) itu dalam acara Ngobrolin People Power 14 Februari 2024 Bersama Masyarakat Jurdil di TPS yang diselenggarakan Santri Spartan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2024). Foto : Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Eep Saefulloh Fatah pendiri sekaligus pemimpin di PolMark Research Centre menilai Joko Widodo (Jokowi) Presiden merupakan individu paling berdebar-debar jantungnya menjelang hari-H pencoblosan Pilpres 2024 pada 14 Februari mendatang.

“Orang pertama yang paling deg-degan Jokowi. Terlalu banyak yang dijadikan pertaruhan,” kata pria yang akrab disapa Kang Eep itu dalam acara Ngobrolin People Power 14 Februari 2024 Bersama Masyarakat Jurdil di TPS yang diselenggarakan Santri Spartan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2024).

Meski demikian, menurut Eep, Pilpres ini sebenarnya membuat situasi mencekam secara berjemaah. Terutama bagi mereka yang menyatakan Pilpres berlangsung satu putaran.

Eep mengatakan menurut survei PolMark pada November 2023, terbuka dua putaran pelaksanaan Pilpres 2024. Karena itu, Eep menilai 2024 adalah titik yang sangat penting untuk demokrasi Indonesia.

“Ini bisa jadi titik nadir atau titik balik. Titik nadir Tuhan menakdirkan bahwa yang ditetapkan pemenang adalah orang-orang yang semestinya kita lawan. Saya berdoa sama seperti doa banyak orang. Itu tidak terjadi. Kalau itu terjadi terbayang setelah 2024 apa yang terjadi di Indonesia,” kata dia.

Eep mengajak masyarakat jangan sampai memberikan kesempatan kepada pengkhianat demokrasi menjadi presiden dan wakil presiden. Dia menyiratkan jangan sampai paslon nomor urut dua di Pilpres 2024, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terpilih.

“Jujur saja Ganjar atau Anies jadi presiden, kita harus ingatkan mereka berdua mereka tidak boleh berkhianat lagi seperti ini,” jelas dia.

Masyarakat, lanjut Eep, perlu juga membuat komitmen politik kepada Ganjar dan Anies untuk membuat UU lembaga kepresidenan yang membatasi kekuasaan presiden di masa krusial ujung pemerintahan.

“Itu wajib. Wajib punya UU pendanaan politik. Yang mengatur, membatasi, mentransparansi uang kegiatan politik dikumpulkan, dibelanjakan, dan larangan melakukan repayment previledge. Negara Afrika, seperti Burundi punya aturan seperti ini, Indonesia belum. Karena presiden yang terpilih langsung, SBY dan Jokowi tidak bisa menundukkan kekuatan yang menolak aturan semacam ini. Kalau partai sepakat menolak dan presiden tidak bisa menundukkan partai-partai itu, selesai kita,” kata dia.

Menurut Eep, perlu UU pemilu yang lebih mendetailkan larangan dan apa yang dibolehkan presiden, menteri, dan pejabat secara mendetail.

“Jadikan 14 Februari hari yang sangat penting, hari perlawanan. Mereka yang melawan kekuasaan yang zalim dan brutal harus menang. Kalau mereka menang, yang kita hadapi adalah titik balik demokrasi,” kata Eep.(faz/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs