Anis Byarwati Anggota Komisi XI DPR RI meminta pemerintahan mendatang lebih bijak menerapkan aturan terkait kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 menjadi 12 persen.
Penerapan tarif PPN 12 persen ditargetkan terlaksana paling lambat 1 Januari 2025, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Karena ini penerapannya 2025, berarti sudah pemerintahan baru. Tinggal pemerintahan baru ini kami minta untuk lebih bijak bagaimana penerapan untuk PPN 12 persen,” ujarnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menilai, wacana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen bukan keputusan yang bijak, terlebih di saat daya beli masyarakat belum pulih.
Dia melanjutkan, Fraksi PKS merupakan satu-satunya fraksi yang menolak UU HPP pada Pembicaraan Tingkat I mau pun Pembicaraan Tingkat II, di Paripurna, Oktober 2021.
“Di saat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dan harga bahan pokok juga sedang tinggi apalagi menjelang Idulfitri ini, kemudian dikasih berita PPN mau naik rasanya memang wacana ini tidak pantas,” kata Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI.
Lebih lanjut, Anis menjelaskan PPN merupakan pajak yang dikenakan kepada konsumen akhir.
Kalau terjadi kenaikan tarif PPN, maka akan berpengaruh pada harga jual lantaran pajak itu umumnya dibebankan kepada pembeli oleh penjual.
“Hal itu akan membebani rakyat, bahkan bisa menekan daya beli masyarakat,” tandasnya.
Seperti diketahui, kenaikan tarif PPN merupakan merupakan amanat Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang HPP.(rid)