Suryadi Jaya Purnama anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS menolak dengan tegas soal kendaraan bermotor wajib asuransi di tahun 2025 mendatang.
“Pemerintah akan mewajibkan kendaraan bermotor mengikuti asuransi third party liability (TPL) mulai Januari 2025, kata Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ungkap Suryadi lewat keterangannya, Senin (22/7/2024).
OJK berpendapat, ketentuan tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Pasal 39A.
Menanggapi hal tersebut, Suryadi menilai OJK hanya asal mengutip UU P2SK, dengan alasan Program Asuransi Wajib untuk kendaraan bermotor belum menjadi solusi komprehensif untuk permasalahan yang sesungguhnya.
“Penjelasan Pasal 39A UU P2SK secara gamblang menyebutkan bahwa Program Asuransi Wajib itu di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability) terkait salah satunya adalah kecelakaan lalu lintas,” tuturnya.
Artinya, kata Suryadi, tidak seketika kendaraan bermotor itu wajib asuransi, melainkan harus terdapat musababnya terkait dengan kecelakaan lalu lintas.
Dapat dikatakan, lanjut dia, Program Asuransi Wajib untuk kendaraan bermotor merupakan tindakan kuratif-rehabilitatif jika terjadi kecelakaan lalu lintas, tetapi belum mencakup tindakan promotif dan preventif.
“Jika memang pemerintah benar-benar serius mencari solusi atas kecelakaan lalu lintas secara komprehensif, seharusnya jangan asal bunyi (asbun) asuransi wajib bagi kendaraan, melainkan juga merevisi UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ),” tegasnya.
“Fraksi PKS mendesak agar revisi UU LLAJ dapat dibahas kembali melalui usulan pemerintah agar kecelakaan lalu lintas dapat dicarikan solusinya secara komprehensif, bukan dengan gampangnya membebani masyarakat lewat asuransi, terlebih alasannya karena praktik asuransi wajib ini sudah berlaku di berbagai negara lain,” tandasnya.
Lebih lanjut, Wakil Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini juga menyebut, premi asuransi kendaraan bermotor akan menjadi beban tambahan bagi masyarakat. Sebab, kendaraan dalam masyarakat bukan hanya berfungsi untuk alat transportasi tapi juga alat produksi.
“Alasan ketiga, asuransi wajib bagi kendaraan tersebut baru berlaku setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) yang harus mendapatkan persetujuan terlebih dulu dari DPR, seperti tercantum dalam Pasal 39A UU P2SK ayat (4),” sebut Suryadi.
Oleh karena itu, Suryadi mengingatkan, jika ternyata kewajiban asuransi bagi kendaraan itu mendapatkan penolakan keras dari masyarakat sehingga PP-nya tidak disetujui oleh DPR, maka pemerintah tidak boleh asal memberlakukan asuransi tersebut. (faz/ham)