Ahli hukum hingga akademisi masih menyoroti perjalanan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia, terutama saat Pemilihan Presiden (Pilpres). Salah satu cara menghidupkan refleksi dan diskusi tersebut dilakukan melalui pembuatan buku.
Mohammad Syaiful Aris, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair), mengulas buku-buku tentang Pemilu karya Todung Mulya Lubis, seorang diplomat dan juga ahli hukum yang baru saja diluncurkan, dengan judul “Pilpres 2024: Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologi”, “Keadilan Elektoral di MK”, dan “Suara Publik Bergaung di MK”.
“Buku ini menarik karena membahas perdebatan yang tidak hanya hukum, tetapi juga politik, etika, dan psikologi,” katanya dalam keterangan yang diterima pada Sabtu (14/12/2024).
Ia mengatakan, Pemilu meninggalkan banyak catatan, dan buku tersebut mendokumentasikan setiap perjalanannya, terutama soal perselisihan yang terjadi.
Dalam buku itu, dijabarkan bahwa MK tidak hanya menguji perselisihan hasil dan angka, tetapi juga memiliki peran penting dalam perbaikan sistem pemilu ke depan.
“Proses pilpres sudah selesai, tapi kita harus move on. Tapi menarik dicatat proses pilpres, terutama dengan sengketa di MK. Prinsip di undang-undang dasar mengatakan Pilpres sebagai sebuah proses yang harus luber dan jurdil,” bebernya.
Buku semacam itu, menurutnya, bagus untuk menjadi bahan diskusi dan menumbuhkan ilmu pengetahuan, apalagi pembahasannya bukan hanya mengulas tentang perdebatan yang kompleks dan tidak melulu berfokus pada aspek hukum, tetapi juga isu-isu lainnya.
“Yang juga menarik yaitu isu tentang bantuan sosial, kemudian netralitas aparat, tentang independensi penyelenggara pemilu,” katanya.
Melalui upaya untuk terus menghidupkan diskusi tentang pemilihan, ia berharap, poin-poin yang telah tercatat ke depan dapat diperbaiki untuk berlangsungnya Pemilu yang lebih baik.
“Catatan untuk kita semua ada hal yang harus diperbaiki, yakni sebuah prinsip luber dan jurdil. Proses pemilu tidak dilupakan dan bisa dilakukan perbaikan untuk proses pilpres ke depan,” ujarnya.
Sementara itu, Todung mengatakan bahwa selama penyelenggaraan Pilpres telah terjadi pelanggaran yang bersifat konstitusional, sebagaimana pada putusan MK. Ia menyebut pelanggaran terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Oleh karena itu, ia ingin ke depan penyelenggaraan Pilpres harus ada perbaikan.
“Dengan semangat untuk menegakkan konstitusi dan melawan pelanggaran, semoga buku ini bisa menjadi langkah konkret untuk memperkuat keadilan dalam Pemilu, serta memberikan kontribusi pada perkembangan hukum dan demokrasi Indonesia,” pungkasnya. (ris/saf/faz)