Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur (Jatim) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan masa jabatan kepala daerah, yang sebelumnya diajukan oleh Emil Elestianto Dardak bersama enam kepala daerah lain.
Diketahui, masa jabatan kepala daerah sebelumnya dipotong berdasarkan Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, karena pelaksanaan Pilkada serentak 2024.
“Masa jabatan itu kan harusnya memang gak boleh dikurangi, biar satu hari pun, aturannya begitu. Cepat sekali kok proses (uji materi) di MK,” kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Jumat (22/12/2023).
Dengan adanya putusan tersebut, masa jabatan Khofifah dan Emil selaku Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, otomatis akan berlanjut sampai 13 Februari 2024, setelah sebelumnya sempat dijadwalkan berakhir lebih cepat pada 31 Desember 2023.
“Ya tadi (Jumat) pagi, pak Sekjen Kemendagri telepon, begitu (dilanjut sampai 13 Februari) ya,” jelasnya.
Pascaputusan tersebut, Khofifah menargetkan untuk menuntaskan program dan meresmikan sejumlah infrastruktur, seperti program perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu) di Ponorogo, Tanggul di Kalibuntu Probolinggo, ruas jalan Pesantren di Bangkalan dan lain sebagainya.
“Sebenarnya kan tidak harus saya yang meresmikan. Kalau itu dipaksakan (peresmian) di Desember tidak nutut,” jelas Khofifah.
Sebagai informasi, dalam putusannya, MK sebelumnya menyatakan Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur bahwa “gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Dengan adanya putusan ini, maka norma pasal dimaksud selengkapnya berbunyi “Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023; dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019, memegang jabatan selama 5 tahun, terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024”.
Permohonan yang teregister dengan Perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh Emil Dardak, Murad Ismail Gubernur Maluku, Bima Arya Sugiarto Wali Kota Bogor, Bogor Dedie A. Rachim Wakil Wali Kota, Marten A. Taha Wali Kota Gorontalo, Hendri Septa Wali Kota Padang, dan Khairul Wali Kota Tarakan.
Para pemohon terpilih sebagai kepala daerah dari hasil pemilihan tahun 2018 dan baru dilantik pada tahun 2019. Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah karena masa jabatannya terpotong atau tidak penuh 5 tahun.
Pada pertimbangannya, MK dapat melihat kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon berupa pemotongan masa jabatan bagi kepala daerah/wakil kepala daerah yang dipilih tahun 2018 tetapi baru dilantik pada tahun 2019 karena menunggu berakhirnya masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah sebelumnya.
Menurut mahkamah, ketentuan norma Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 ternyata menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan memberikan perlakuan berbeda di hadapan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh para pemohon.
“Pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” kata Suhartoyo Ketua MK membacakan amar putusan dalam sidang putusan, Kamis (21/12/2023). (bil/ipg)