Muhaimin Iskandar Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan, wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada pemilu legistatif tahun 2024 tidak rasional.
Karena, pelaksanaan Pemilu sudah dekat, dan berbagai persiapan serta tahapan sudah berjalan.
Menurutnya, wacana perubahan sistem pemilihan anggota legislatif masih logis diupayakan empat atau lima tahun sebelum pemilu.
Kalau terlalu mepet seperti sekarang, Muhaimin yang juga Wakil Ketua DPR RI bidang kesejahteraan rakyat menilai wacana perubahan sistem dari terbuka menjadi tertutup sebagai upaya menyabotase sistem.
Pernyataan itu disampaikan Muhaimin Iskandar, siang hari ini, Selasa (10/1/2023), di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
“Delapan parpol menolak isu sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Kalau wacana sistem itu muncul empat atau lima tahun sebelum pelaksanaan pemilu masih logis, rasional, dan tidak terkesan menyabotase sistem. Kalau Pemilu sudah sangat dekat seperti sekarang, dan semua persiapan sudah berjalan, anggaran dan berbagai perencanaan, tahapan sudah berlangsung, tentu perubahan sistem akan sangat membahayakan demokrasi kita. Oleh karena itu, kami delapan parpol sepakat menolak usulan pelaksanaan pemilu yang bernuansa tertutup,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Sufmi Dasco Ahmad Ketua Harian DPP Partai Gerindra menyatakan gugatan judicial review suatu Undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan hak warga negara.
Sebelum MK memutuskan, dia menegaskan pendapat delapan partai politik yang mewakili mayoritas pemilih di Indonesia seharusnya menjadi pertimbangan.
Sekadar informasi, delapan fraksi di DPR RI mendukung MK mempertahankan sistem proporsional terbuka pada Pemilu mendatang.
Kedelapan fraksi yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, NasDem, PPP, dan PKS. Sedangkan PDI Perjuangan mendukung sistem proporsional tertutup.
Dalam sistem proporsional tertutup, calon legislatif yang terpilih bukan atas dasar perolehan suaranya. Tapi, mengacu pada perolehan suara partai politik.
Artinya, pilihan rakyat pada salah satu calon anggota legislatif bakal menjadi suara partai politik pengusung.
Lalu, partai politik yang mencapai ambang batas bakal memberikan kursi kepada calon anggota dewan berdasarkan nomor urut.
Sistem itu pernah dipakai pada Pemilu 1955, Pemilu sepanjang masa Orde Baru dan Pemilu tahun 1999.(rid/rst)