Jumat, 22 November 2024

Mahfud Sebut Transaksi Janggal di Kemenkeu Rp35 Triliun, Bukan Rp3 Triliun

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Mahfud MD Ketua Komite Nasional Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) saat akan memulai rapat dengan KomIsi III DPR RI. Foto : Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Mahfud MD Ketua Komite Nasional Koordinasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) mengkoreksi penjelasan Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan RI terkait transaksi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (27/3/2023), Sri Mulyani menyebut kalau transaksi janggal Rp349 triliun itu, di antaranya Rp3,3 triliun nya di Kemenkeu, sehingga tidak total semuanya di Kemenkeu.

Tetapi, dalam Rapat Kerja di Komisi III, Mahfud menyebut kalau transaksi janggal di Kemenkeu adalah Rp35 triliun.

“Kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp 3 triliun, yang benar Rp 35 triliun,” ujar Mahfud, Rabu (29/3/2023).

Mahfud menegaskan, asal transaksi janggal Rp349 triliun itu terbagi menjadi tiga kelompok, satu di antaranya transaksi keuangan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp35 triliun.

Selanjutnya, dia juga menjelaskan, untuk transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dengan pihak lain sebesar Rp53 triliun.

Kata Mahfud, satu lagi transaksi mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh datanya sebesar Rp261 triliun.

“Sehingga jumlahnya sebesar Rp349 triliun, fix,” tegas Mahfud.

Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan RI menjelaskan kalau 300 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK) dengan angka Rp 349 triliun transaksi mencurigakan, ternyata hanya Rp 3,3 triliun yang menyangkut Kementerian Keuangan.

Menurut Menkeu, 100 surat adalah dari PPATK ke aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi Rp 74 triliun.

“Angka Rp 349 triliun dari 300 surat yang dikirimkan yang ada di dalam lampiran surat tersebut, ternyata 100 surat itu adalah surat PPATK ke APH lain jadi bukan ke kita. 100 surat PPATK ke APH lain dengan nilai transaksi 74 triliun itu periodenya tahun 2009 sampai 2023,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).

Sementara, angka Rp 253 triliun dalam 65 surat PPATK adalah transaksi debit kredit dari perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak berhubungan dengan pegawai Kemenkeu.

“Nah, Rp 253 triliun yang ditulis di dalam 65 surat itu adalah data dari transaksi debit kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi yang tidak ada hubungannya dengan pengawai kementerian keuangan. Ini ada hubungannya dengan fungsi Pajak dan Bea Cukai,” jelasnya.

“Kemudian saya lihat semuanya yang paling besar tuh Rp 189 triliun di satu surat, satu single surat ada 189 triliun. Itu sangat besar, maka kami melihat apa itu. Nah jadi Rp 253 triliun adalah sebetulnya transaksi dari korporasi Rp 74 triliun adalah surat PPATK ke APH,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, 135 surat PPATK dengan nilai Rp 22 triliun, tidak ada hubungannya juga dengan pegawai Kemenkeu, karena surat tersebut menyangkut transaksi korporasi.

“Ada 135 surat (PPATK) nilainya Rp 22 triliun. Bahkan Rp 22 triliun ini, bapak dan ibu sekalian, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang enggak ada hubungan dengan kementerian keuangan,” tegasnya.

“Jadi yang bener-bener nanti berhubungan dengan pegawai kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit kredit dari seluruh pegawai yang di inquiry tadi termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp 3,3 triliun dari 2009 hingga 2023,” pungkas Sri Mulyani.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs