Sabtu, 23 November 2024

Komisioner KASN Peringatkan Tenaga Pendidik Rawan Terlibat Politik Praktis

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Arie Budhiman Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik, dan Kode Perilaku ASN, dan Netralitas ASN dalam webinar netralitas ASN bertema “Mencegah Politisasi Sekolah dan Kampus dalam Pemilu dan Pemilihan tahun 2024" dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (27/7/2023). Foto: Antara

Arie Budhiman Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Pengawasan Bidang Penerapan Nilai Dasar, Kode Etik, Kode Perilaku dan Netralitas ASN mengatakan bahwa jabatan fungsional guru dan dosen sangat rawan terlibat dalam kancah politik praktis.

“Kelompok jabatan fungsional guru dan dosen sangat rentan turut serta dalam kancah politik praktis,” ujar Arie dilansir Antara saat membacakan naskah keynote speech atau pembicara kunci Agus Pramusinto Ketua KASN dalam webinar netralitas ASN bertema “Mencegah Politisasi Sekolah dan Kampus dalam Pemilu dan Pemilihan tahun 2024”.

Sebab, menurut dia, kelompok jabatan ASN yang paling banyak diketahui melakukan pelanggaran netralitas pada Pilkada Serentak 2020 merupakan jabatan fungsional, mencakup guru dan dosen dengan persentase sebesar 70 persen.

Dia memaparkan bahwa jenis pelanggaran netralitas yang banyak dilakukan kelompok guru dan dosen yakni kampanye/sosialisasi media sosial (34,9 persen); pengadaan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan (27,8 persen); foto bersama bakal calon/pasangan calon (14,5 persen); dan partisipasi menjadi peserta kampanye dengan mengenakan atribut partai/atribut PNS/tanpa atribut (4,5 persen).

“KASN juga menemukan bahwa pelanggaran di kalangan dunia pendidikan selain dilakukan secara personal, juga memiliki kecenderungan bersifat terstruktur. Di mana, mobilisasi dukungan dilakukan oleh pejabat struktural atau kepala sekolah,” bebernya.

Arie turut menyebut bahwa guru dan dosen adalah pasar yang sangat berpotensi untuk kepentingan persuasi suara dalam kontestasi politik, karena menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah guru dan dosen pada tahun ajaran 2022/2023 sejumlah 4.559.390 orang.

Ada dua faktor yang mendorong guru dan dosen melakukan pelanggaran netralitas, menurut Arie, yaitu faktor ikatan persaudaraan antara guru dan dosen dengan calon peserta pemilu dan pemilihan. Kemudian, adanya kepentingan pragmatis pada sebagian kalangan guru untuk berpindah ke jabatan struktural tertentu.

“Sementara di kalangan dosen, ada keinginan untuk mendapatkan posisi pada struktural kampus atau jabatan lain yang tersedia di luar kampus, baik pada struktur pemerintahan maupun swasta,” ucapnya.

Oleh karena itu, dia berharap para dosen tidak ikut-ikutan jadi tim sukses pemenangan politisi tertentu. Sebaliknya, menjadikan keahlian sebagai guru atau dosen menjadi sumber substansi gagasan serta pijakan kajian bagi para politisi.

“Para tenaga pendidik baik guru atau dosen tidak dibenarkan menjadi bagian dari dewan pakar atau tim pemenangan peserta pemilu dan pemilihan,” pungkasnya.

Dalam webinar itu, hadir pula sejumlah narasumber lainnya, yakni Subiyantoro Inspektur IV Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wawan Mas’ud Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Khoirunnisa Nur Agustyati Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). (ant/bnt/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs