Bambang Soesatyo Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) mengajak politisi menghindari manuver politik yang destruktif jelang Pemilu 2024.
Untuk itu, kata dia, para politisi perlu menekankan pentingnya politik santun menjelang Pemilihan Umum 2024.
“Caranya, ya menghindari dikotomi politik, kemudian mengedepankan program kerja, serta melakukan perdebatan yang substantif. Ini demi terjaganya stabilitas nasional dan kinerja perekonomian,” ujar Bambang dalam keterangannya, Kamis (10/8/2023).
Bambang mengkhawatirkan akan muncul manuver politik yang destruktif seperti penggunaan politik identitas untuk memecah belah persatuan. Terlebih, tahun 2023 merupakan periode persiapan menjelang pemilu sehingga situasi politik diprediksi lebih dinamis.
Menurut Bambang, simpati dari konstituen harus dibangun dengan pendekatan yang bermartabat dan elegan. Keberagaman masyarakat Indonesia jangan dijadikan celah untuk melakukan pengkotak-kotakan.
Bambang menegaskan, politisi harus mau membuang jauh-jauh cara yang menyebabkan polarisasi masyarakat pada kutub yang berseberangan tersebut.
“Kedewasaan berperilaku politik itu juga perlu diiringi oleh kewaspadaan. Karena, suhu politik yang panas pada tahun ini bisa jadi dimanfaatkan oleh oknum dan spekulan politik ‘mengail di air keruh’ untuk merusak soliditas bangsa,” tegasnya.
Dengan sikap seperti itu, Bambang berharap wajah demokrasi Indonesia yang semakin matang. Pada akhirnya, stabilitas nasional dan kinerja perekonomian dapat terjaga.
”Kematangan demokrasi yang tecermin dari dinamika politik yang tereskalasi itu justru akan memperkokoh situasi kondusif negara-bangsa. Apabila itu terjaga, perekonomian negara tetap bekerja,” ujar Bambang.
Di sisi lain, Bambang Soesatyo juga mengajak partai politik dan para politisi tidak mengangkat isu tentang suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) menjelang penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.
“Karena itu, Pemerintah dan KPU harus fokus dalam mencegah politik SARA ataupun politik identitas, khususnya di Pemilu 2024,” kata Bambang.
Satu di antara langkah yang bisa dilakukan Pemerintah dan KPU, lanjut Bambang, adalah dengan mendorong partai politik untuk mengusung kader-kader berkualitas dan berintegrasi pada pemilu. Langkah itu bertujuan agar pertarungan di pemilu tidak diwarnai kampanye berbau SARA, namun pertarungan program-program yang membangun daerah.
“KPU perlu mengambil inisiatif mengajak seluruh masyarakat untuk bekerja sama melawan penyimpangan politik SARA ataupun kampanye hoaks dalam pemilu, dengan mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan tindakan yang menjunjung nilai-nilai demokrasi, kepastian hukum dan penghormatan pada HAM,” jelasnya.
Selain itu, Bambang mendorong Pemerintah memberikan pendidikan bagi warga sebagai pengguna teknologi digital yang bijaksana, sehingga menjadi salah satu agenda berkesinambungan dan terkonsolidasi antar pemangku kepentingan dalam pemilu.
Bambang juga melarang penggunaan buzzer jelang Pemilu 2024 demi kondusifitas.
“Saya meminta komitmen Pemerintah dan pihak terkait untuk tidak menggunakan buzzer dalam membangun demokrasi dan terus berupaya menjaga agar kondusifitas situasi politik di Tanah Air, khususnya jelang Pemilu 2024,” jelasnya.
Sementara Hidayat Nur Wahid (HNW) Wakil Ketua MPR RI mengungkapkan bahwa kontestasi di tahun politik 2024 akan memunculkan potensi ketegangan di tengah dan di antara masyarakat.
Hal itu bisa karena perbedaan pilihan parpol atau calon Presiden dan Wakil Presiden. Untuk itu, sangat diperlukan banyaknya sentuhan seni dan budaya non politik, menjadi semacam relaksasi nasional, agar rakyat dan para kandidat tersegarkan, tercerahkan, dan tetap tersemangati.
HNW menilai hal itu sangat penting, sebab Pemilu 2024 yang masih beberapa bulan lagi, namun nuansa ketegangan kompetisinya sangat terasa saat ini, apalagi di ranah media sosial dunia yang sangat mendominasi kehidupan apalagi di kalangan generasi milenial, generasi Z dan lainnya.
“Jangan sampai ketika saat Pemilu dilaksanakan, ketegangan akan berubah menjadi konflik. Ketika itu terjadi, potensi perpecahan akan sangat mungkin terjadi dan itu sangat tidak sama-sama kita harapkan. Kita ingin pemilu berdampak baik untuk semua pihak. Rakyat, Partai, para kandidat dan masa depan bangsa dan negara. Karena pemilu yang oleh pemerintah telah digelontorkan APBN tidak kurang dari 60 Trilyun Rupiah, tentu bukan untuk menjadi pembuat pilu,” ujarnya.
Dari pernyataan-pernyataan pimpinan MPR tersebut menekankan pentingnya pemilu sebagai sarana untuk mewujudkan demokrasi konstitusional yang mempererat kesatuan bangsa.
Ini mengindikasikan bahwa MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) memandang pemilu sebagai proses demokratis yang penting dalam menjaga stabilitas negara dan memperkuat persatuan antarwarga negara.
Dalam konteks ini, MPR berkomitmen untuk mengawal pemilu 2024 agar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi konstitusional, sehingga dapat mempertahankan dan memperkuat ikatan yang ada antara rakyat Indonesia.(faz)