Jumat, 22 November 2024

Jatim Masih Akan Jadi Punjer Politik Poros Pemenangan Pilpres 2024

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi Pemilihan Presiden 2024. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Jawa Timur  (Jatim) dianggap sebagai poros, strategis dan penentu kemenangan Pilpres 2024. Selain karena jumlah pemilih yang besar sebanyak hampir 31 juta orang dari 110 juta pemilih (16 persen) secara nasional ada di Jatim, juga karena banyaknya pengaruh tokoh besar yang dulunya berasal dari pesantren Jatim, saat ini menyebar ke seluruh nusantara dan memunculkan power simbolik.

Surokim Abdussalam Peneliti Senior Surabaya Survey Center menilai, orang bisa memprediksi Jawa Barat dan Jawa Tengah lebih mudah karena profil pemilihnya yang homogen, namun tidak demikian untuk Jawa Timur yang profil pemilihnya lebih heterogen.

“Jatim masih dianggap seksi, kunjungan ke pondok pesantren untuk sowan dan minta restu ke Kyai-nya sebagai hal yang tidak bisa ditinggalkan, di Jateng juga banyak pesantren, tapi tidak demikian dengan di Jawa Timur,” terang Surokim dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (8/5/2023)

Konsep pemilih tradisional yang dikenal dengan sami’na wa aṭo’na (mendengarkan perintah atasan/Kyai serta mematuhinya), kinipun sudah bergeser ke arah pemilih rasional, yang tumbuh sekitar 27 persen (di Jatim). Sehingga saat ini, pemilih di Jatim tidak hanya sekedar melihat tokoh dari profilnya, tapi lebih ke arah kinerja dan program politik.

Yang harus diperhatikan saat ini oleh partai adalah keberadaan pemilih generasi Z yang kerap disebut sangat cair, tidak loyal dan cepat berubah.

“Kita dulu memprediksi generasi Z akan apatis soal politik. Tapi nyatanya pemilu sebelumnya partisipasi politik mereka mencapai di atas 70 persen, tapi harus hati-hati karena pola gen Z ini tidak pernah loyal pada pilihan politiknya,” imbuhnya.

Surokim juga mengungkapkan, jumlah pemilih yang belum menentukan pilihannya jelang hari H pencoblosan ataupun golput, biasanya berkisar antara 10 hingga 15 persen.

“Selain itu ada faktor momentum yang juga penting dan selalu jadi penentu. Kalau momentum tidak dapat, sekuat apapun dan seberapa kalipun dia ikut (kontestasi) Pemilu, kadang juga masih berat untuk mengangkat elektabilitasnya,” terangnya.

Strategi serangan darat seperti safari politik di pelosok maupun pesantren, dinilai bisa menjadi salah satu cara efektif untuk mendongkrak suara di suatu daerah. Namun, dia yakin tidak semua daerah bisa dijangkau dengan sowan. Oleh karenanya, perlu strategi udara lewat platform media sosial.

“Tidak mungkin bisa menjangkau pemilih di Jatim yang ada sekitar 30 juta pemilih. Nah, gabungan serangan udara dan darat itu tadi lah yang bisa jadi justru menentukan,” jelasnya.

Surokim menyebut faktor cawapres juga punya andil besar dan penentu perolehan suara. Apalagi kalau dari posisi calon tidak ada yang dominan dan kuat. Survey yang dilakukan “Surabaya Survey Center” menunjukan 70 persen orang memilih presiden, pertimbangannya berdasarkan figur capresnya.

“Tapi bisa jadi itu berubah kalau tidak ada calon yang dominan. Contoh dari hasil survey Pak Prabowo dan Pak Ganjar tidak ada perbedaan jauh, sehingga tidak ada yang dominan,” tuturnya.

Terkait potensi adanya figur capres/cawapres asal Jatim untuk mendongkrak suara, Dosen Komunikasi Politik Fisip Universitas Trunojoyo (Unijoyo) Madura itu menganggap bisa saja dilakukan jika ini untuk membidik 16 persen suara saja.

“Tapi semua tergantung partai politik, yang mana mereka punya hitung-hitungan sendiri,” pungkasnya. (bil/rst)

 

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs