Jumat, 22 November 2024

Indonesia Indicator Sebut Gibran-Mahfud Adu Keunggulan di Debat Cawapres

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Mahfud MD cawapres nomor urut 3 melontarkan pertanyaan soal rasio pajak kepada Gibran Rakabuming Raka cawapres nomor urut 2 dalam debat Pilpres kedua, Jumat (22/12/2023). Foto: tangkapan layar

Indonesia Indocator menyebut Gibran Rakabuming Raka calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 dan Mahfud MD cawapres nomor urut 3, mampu adu keunggulan dalam debat cawapres di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (22/12/2023) malam.

Berdasarkan hasil riset di media sosial selama debat berlangsung dalam rentang waktu 18.00-23.00 WIB, data yang dihimpun itu berasal dari perbincangan netizen di lima platform media sosial (Twitter/X, Facebook, Instagram, Tiktok, Youtube).

Data itu dianalisis secara realtime menggunakan sistem Intelligence Socio Analytics (ISA) dan Social Network Analytics (SNA).

Rustika Herlambang Direktur Komunikasi Indonesia Indicator pada, Sabtu (23/12/2023) mengatakan, Gibran mendapat ekspos serta engagement terbanyak dari perbincangan warganet, dibandingkan Muhaimin Iskandar dan Mahfud.

“Ekspos Gibran mencapai 69.259 dengan engagement 2.425.615. Engagement terbanyak, itu terlihat dari apresiasi sejumlah netizen terhadap performa Gibran di debat, yang dinilai sangat meyakinkan dan di luar ekspektasi publik,” kata Rustika dilansir Antara, Minggu (24/12/2023).

Sementara Mahfud meraih ekspos sebanyak 53.479 post dengan engagement 1.023.434. Sedangkan Muhaimin cawapres nomor urut 1 memperoleh sekitar 46.573 post dengan 1.306.364 engagement.

Candaan “dikira cupu ternyata suhu” menjadi narasi yang cukup banyak diunggah warganet. Banyak dari mereka yang mengaku beralih mendukung Gibran karena penampilannya di luar prediksi.

“Secara umum panggung debat semalam milik Gibran dalam arti bukan kemampuan penguasaan temanya, melainkan secara psikologis sejak awal orang memang ingin tahu apakah Gibran sanggup berdiri dan berbicara dalam debat semalam atau tidak, dan dia menunjukkan bisa. Gibran memposisikan diri sebagai anak muda yang berhadapan dengan seorang ketua partai dan seorang profesor,” jelasnya.

Meski meraih emotion trust atau kepercayaan cukup besar, Gibran juga mendapat emotion disgust atau kekecewaan paling besar di antara cawapres lainnya sekitar 15 persen. Gibran disebut menggunakan strategi yang sama dengan Jokowi Presiden, saat menanyakan perihal singkatan mau pun istilah yang sulit dipahami.

Di sisi lain, Mahfud merupakan cawapres dengan tingkat perbincangan positif tertinggi sekitar 65 persen, dibandingkan Gibran 48 persen dan Muhaimin 33 persen.

“Tingginya sentimen positif Mahfud juga diikuti dengan emotion trust yang besar hingga mencapai 65 persen. Tertinggi di antara cawapres lainnya. Selanjutnya diikuti emotion anticipation 13 persen,” ungkap Rustika.

Penampilan Mahfud dinilai sebagai hasil dari pengalaman dengan ketenangan dalam setiap jawaban. Mahfud dinilai mampu menjawab pertanyaan sulit yang dilontarkan oleh Gibran menggunakan helicopter view.

“Pengalaman, keyakinan, rekam jejak, jam terbang menjadi salah satu landasan keyakinan publik. Ini yang ditunjukkan pada Mahfud. Hal inilah yang membuat warganet mengapresiasi Mahfud dengan ketenangan, jawaban debat yang menggunakan pendekatan rasional dan argumentatif,” papar Rustika.

Beralih ke Muhaimin, persentase sentimen mendapatkan porsi yang relatif berimbang antara postif, negatif dan netral. Selama debat, Muhaimin kerap kali menyebut slepet sebagai jargon yang melekat dengan dirinya dan program AMIN.

Tercatat sebanyak 1.152 unggahan memention jargon tersebut dalam perbincangan Muhaimin danmenjadi istilah yang paling banyak dipakai warganet.

Emotion yang paling dominan dalam perbincangan Muhaimin, yakni emotion trust sekitar 35 persen, diikuti emosi anticipation sekitar 20 persen. Muhaimin dinilai cukup rendah hati untuk berkata tidak tahu terhadap pertanyaan dari Gibran mengenai SGIE (State of the Global Islamic Economy).

“Muhaimin dinilai sebagai politisi yang pandai berdiplomasi, mencoba mencari atensi publik dengan narasi perubahan. Di sisi lain netizen masih terbawa dalam euforia debat capres antara Anies dan Prabowo. Sehingga, netizen melihat ada asumsi untuk ‘balas dendam’ terlihat dalam debat tersebut. Misalnya melalui ungkapan ‘anda tidak menjawab pertanyaan saya’ atau ‘kok gak konsisten’,” beber Rustika.

Lebih lanjut, warganet milenial yang berusia 22-40 tahun dan generasi X yang berusia kisaran 41-55 tahun lebih banyak memberikan respons. Milenial berkontribusi hingga 68 persen dalam percakapan, generasi X sekitar 22 persen, sedangkan gen z yang berusia 18-21 tahun 6 persen.

“Netizen laki-laki memberi kontribusi lebih besar sekitar 79 persen, sementara netizen perempuan 21 persen. Netizen laki-laki ramai membicarakan seputar hal-hal substansial dari pertanyaan dan jawaban masing-masing cawapres, sedangkan netizen perempuan cenderung mengomentari secara penampilan, baik tempat lokasi, penampilan capres-cawapres yang hadir serta tempat debat yang dianggap lebih baik dibandingkan debat sebelumnya,” jelas Rustika.

Berdasarkan peta jejaring perbincangan netizen di Twitter atau X, kelompok netizen netral menguasai perbincangan sekitar 34,11 persen, dengan sorotan terbanyak mengarah kepada Gibran yang dianggap menguasai tema debat.

Netizen memberi julukan Gibran sebagai El-Sulfat, Muhaimin sebagai El-Slepet, sedangkan Mahfud dianggap sebagai sosok senior yang sopan dan menghargai lawan.

Kelompok-kelompok lain yang juga mengisi perbincangan antara lain kelompok pendukung Gibran 25,42 persen, kelompok pendukung Muhaimin 19,51 persen, dan kelompok pendukung Mahfud 17,38 persen.(ant/feb/bil/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs