Prof. Valina Singka Subekti Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus percaya diri tetap merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, terutama isi Pasal 8 ayat (2).
Valina menjelaskan isi pasal tersebut mencerminkan kemunduran, karena peraturan-peraturan KPU sebelumnya, Undang-Undang Pemiihan Umum, berbagai undang-undang terkait lainnya, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menjamin keterwakilan perempuan untuk dipilih saat pemilihan umum, yaitu melalui penetapan kuota paling sedikit 30 persen dalam pencalonan anggota legislatif.
“Saya kira (KPU) itu diuji, dan KPU harus lulus ujian. Jangan sampai tidak lolos ujian. Kita sama-sama mendorong KPU untuk percaya diri tetap jalan merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Pasal 8 itu. Ini sudah menjadi komitmen nasional mengenai keterwakilan perempuan, 30 persen itu,” kata Prof. Valina saat menyampaikan pernyataan sikap bersama Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan di Jakarta, Minggu (21/5/2023), dikutip Antara.
“KPU harus mematuhi konstitusi, undang-undang, dan mendengar aspirasi masyarakat, karena pada dasarnya penyelenggara pemilu itu melayani masyarakat, melayani voters (pemilih),” imbuhnya.
Adapun wacana revisi PKPU Nomor 10/2023 menuai polemik ketika adanya perbedaan sikap antara pemerintah, Komisi II DPR RI, dan lembaga penyelenggara pemilu, mengenai perbaikan beberapa pasal dalam peraturan tersebut.
Hasyim Asy’ari Ketua KPU mengatakan lembaganya bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepakat merevisi PKPU No.10/2023 terutama Pasal 8 ayat (2).
Akan tetapi, Komisi II DR RI saat RDP bersama KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kementerian Dalam Negeri, berpandangan KPU tidak perlu merevisi PKPU No.10/2023.
Terkait itu, Prof. Valina, yang merupakan anggota DKPP periode 2012-2017 dan anggota KPU periode 2012-2017, menilai hasil RDP atau pun sikap dari Komisi II DPR RI jangan sampai mendikte sikap dan keputusan KPU.
“Alasannya, Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 mengatur KPU sebagai penyelenggara pemilu harus mandiri. Sikap mandiri harus ditunjukkan oleh KPU karena itu merupakan perintah konstitusi,” tegas Valina.
Sebagai informasi, Pasal 8 ayat (2) PKPU No.10/2023 yang dinilai bermasalah itu mengatur, jika dalam penghitungan 30 persen bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka pecahan dengan dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah.
Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, yang mewakili beberapa organisasi masyarakat sipil, aktivis, dan akademisi, menilai aturan itu bertentangan dengan Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan melanggar esensi dari Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. (ant/bil/faz)