Gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pembatasan usia capres-cawapres 21-65 tahun serta maksimal dua kali maju di pencalonan, bukanlah ditujukan untuk menghambat laju Prabowo Subianto maju di Pilpres 2024.
Pemohon gugatan itu hanya ingin meluruskan dan mewujudkan pemilu yang semakin demokratis.
“Secara politik bisa saja ada tuduhan-tuduhan seperti itu (bahwa gugatan dinilai menghambat Prabowo, red). Tetapi harus diingat bahwa kami ini para advokat yang concern di tata negara, hanya ingin meluruskan ya dan bagaimana mewujudkan pemilu berjalan semakin demokratis di Indonesia, itu saja,” kata Donny Tri Istikomah Juru Bicara pemohon gugatan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/8/2023).
Menurut dia, secara hukum pihaknya hanya fokus pada tata negara yang ingin meluruskan dan mewujudkan pemilu berjalan semakin demokratis di Indonesia.
“Persoalan nanti apakah MK memutus aturan ini akan diberlakukan di pemilu berikut ataukah kalau seandainya dikabulkan, ya, permohonan kami, kalau keputusannya berlaku sekarang, ya, konsekuensinya ada salah satu (capres) yang enggak bisa calon lagi,” kata Donny.
“Tetapi bisa saja putusannya untuk pemilu berikutnya, bonus. Jadi, tak perlu suudzonlah, husnuzan saja kita. Husnuzan bahwa permohonan kami ini demi kebaikan bersama pemilu yang lebih demokratis,” kata Donny.
Walau demikian, Donny mengatakan bahwa urgensi pembatasan yang diajukan pihaknnya memang berkait erat dengan etika politik dan sifat kenegarawanan. Dimana misalnya apabila seorang warga negara telah mencalonkan dirinya sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden sebanyak 2 (dua) kali Pemilu dan tetap tidak terpilih, seyogyanya yang bersangkutan akan menunjukkan sifat kenegarawanannya.
“Yakni dengan memutuskan untuk tidak lagi mencalonkan dirinya sebagai calon Presiden dan/atau Wakil Presiden pada Pemilu berikutnya, dalam rangka memberikan kesempatan kepada warga negara lainnya yang belum pernah mencalonkan diri,” ungkap Donny.
Dia bahkan memberi contoh Hillary Clinton yang pernah dua kali maju dalam ajang Pilpres AS, mundur ketika gagal di kedua kesempatan.
Contoh lainnya ditunjukkan Megawati Soekarnoputri, yang dua kali maju di pilpres langsung, memutuskan tak maju lagi. Padahal kalau mau mengabaikan etika, Megawati bisa maju berapa kalipun ia mau, sebagai ketua umum parpol terbesar di Indonesia.
“Ibu Megawati menunjukkan sifat kenegarawanannya memutuskan untuk tidak lagi mencalonkan dirinya pada Pemilu 2014, namun memberikan kepada kadernya yaitu Joko Widodo,” tegas Donny.(faz/ipg)