Jumat, 22 November 2024

Fraksi PAN Desak Pemerintah Menghentikan Sementara Rencana Pengembangan Kawasan Rempang

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Saleh Partaonan Daulay Ketua Fraksi PAN DPR RI. Foto : istimewa

Fraksi Partai Amanat Nasional mendesak pemerintah untuk menyelesaikan rencana pengembangan kawasan Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau secara arif dan bijaksana.

Seluruh struktur pemerintahan dari pusat sampai daerah diharapkan ikut serta dalam menciptakan stabilitas, keamanan, kedamaian, kenyamanan, dan ketertiban seluruh anggota masyarakat.

Demikian ditegaskan Saleh Partaonan Daulay Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPR RI dalam keterangannya, Kamis (14/9/2023).

“Dalam penanganan kasus Rempang ini, pemerintah harus mengutamakan perlindungan warga negara,” kata Saleh.

Dia menjelaskan, bentrokan antara warga dan pihak keamanan harus dihindari. Sebab, dalam setiap bentrokan pasti akan menimbulkan persoalan-persoalan baru yang biasanya lebih sulit untuk ditangani.

Menurut Saleh, rencana investasi besar di kawasan Rampang bisa saja akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di sana. Tetapi harus diingat, bahwa tujuan investasi harus diarahkan bagi kesejahteraan rakyat.

“Pemerintah harus memastikan tidak boleh ada anggota masyarakat yang berduka dan bersedih atas masuknya investasi ke daerah mereka. Terlebih, investasi tersebut berasal dari luar negeri,” tegasnya.

“Isu penggusuran dan pemaksaan realokasi harus dihindari. Isu seperti itu sangat tidak produktif dalam menyelesaikan masalah yang ada. Terbukti dapat memicu berbagai penolakan dan protes di masyarakat,” imbuhnya.

Kata Saleh, dalam menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-haknya, setiap warga negara harus dilindungi. Penyampaian pendapat secara terbuka adalah hal yang sah dan diperbolehkan oleh konstitusi. Itu adalah fondasi utama kita sebagai negara demokrasi.

“Karena itu, fraksi PAN mengecam keras setiap tindak kekerasan dan represif yang dilakukan oleh aparat dalam mengamankan jalannya unjuk rasa dan demonstrasi,” kata dia.

Saleh minta aparat harus bekerja profesional, adil, dan tetap menjaga netralitas. Upaya dialog dan musyawarah selalu perlu dikedepankan. Warga yang melakukan protes dan demonstrasi harus didengar.

Dengan begitu, lanjutnya, apa yang mereka mau dan inginkan bisa diketahui dengan benar.

“Siapa tahu, justru pemerintah dan pengembang bisa merealisasikannya,” terangnya.

Berkenaan dengan itu, kata Saleh, Fraksi PAN mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara rencana pengembangan kawasan Rempang tersebut.

Langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah menemui dan berdiskusi dengan masyarakat. Pemerintah harus menyampaikan secara terbuka kepada semua pihak terkait dengan rencana investasi yang akan masuk. Apa manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat. Bagaimana agar hak-hak masyarakat bisa tetap terjaga dan kehidupan mereka sehari-hari tidak terganggu.

“Kepastian soal ini sangat penting. Kalau tidak jelas, kami khawatir penolakan akan terus terjadi. Akibatnya, akan muncul lagi protes dan demonstrasi yang bermuatan kekerasan. Semua pihak pasti tidak menginginkan hal tersebut,” jelasnya.

Lagi pula, menurut Saleh, Presiden sudah meminta agar dilakukan sosialisasi intensif. Komunikasi humanis sangat diperlukan.

“Jokowi Presiden pun pasti tidak menginginkan adanya kekerasan yang terjadi di masyarakat. Sebab, sampai sejauh ini, kami melihat bahwa setiap pembangunan yang dilakukan selalu dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Ini pulalah yang mestinya dilakukan dalam menangani masalah yang ada saat ini di Rampang,” ujarnya.

Agar dialog, komunikasi, dan sosialisasi bisa dimulai dengan baik, menurut dia, pihak kepolisian diminta untuk melepaskan beberapa orang warga yang sempat ditahan.

“Kami yakin bahwa masyarakat akan memberikan apresiasi yang cukup tinggi jika mereka dilepaskan. Malah akan sangat baik jika mereka juga dilibatkan dalam dialog dan sosialisasi yang akan dilaksanakan,” pungkas Saleh.

Sekadar diketahui, konflik agraria di Pulau Rempang bermula ketika Badan Pengusaha (BP) Batam berencana merelokasi seluruh penduduk Rempang. Hal itu dilakukan untuk mendukung rencana pengembangan investasi di Pulau Rempang.

Sementara, masyarakat adat Pulau Rempang yang bertempat tinggal di 16 kampung tua menolak relokasi pembangunan Eco City. Warga menilai kampung mereka memiliki nilai historis dan budaya yang kuat, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Mereka dengan tegas menolak wilayah tersebut direlokasi.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs