Jumat, 22 November 2024

Bisa Memperuncing Konflik, Partai Gelora Berharap Wacana Dua Poros Tidak Diperpanjang

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Fahri Hamzah Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia. Foto : istimewa

Fahri Hamzah Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berharap agar polemik wacana pembentukan dua poros bakal calon presiden (Bacapres) di Pilpres 2024 tidak diperpanjang lagi, serta mensyukuri munculnya tiga kandidat Bacapres saat ini, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Karena itu, Fahri minta semua pihak mulai memikirkan hal-hal yang sifatnya untuk kepentingan nasional, bukan terus menciptakan konflik tidak beralasan antar kelompok di masyarakat agar saling berhadap-hadapan secara ekstrem.

“Sekarang kita sudah ada tiga bakal calon. Kita berharap sekali dengan tiga bakal calon ini, coba mulai kita bikin agak tenang sedikit. Kita tidak harus bertengkar terus, apalagi mempertengkarkan hal-hal yang semakin memperuncing konflik,” kata Fahri Hamzah saat diskusi daring bertajuk ‘Pilpres 2024: Mengupas 2 atau 3 Pasang Capres?’, Rabu (4/10/2023) sore.

Dia mengatakan, bahwa semua kandidat capres dan partai politik (parpol) pendukung harus menyadari adanya ketidaksempurnaan Sistem Pemilu Indonesia sekarang.

“Kita harus memikirkan betul kali ini, bahwa dengan tiga kandidat ini kita harus menyadari ada ketidaksempurnaan sistem, tapi paling tidak dengan tiga kandidat ini supaya kita bisa mengelola ketidaksempurnaan itu, dalam menentukan pilihan terbaik,” kata dia.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini menilai Sistem Demokrasi Liberal yang dalam Sistem Pemilu 2024 sekarang tidak memfasilitasi nominasi atau kriteria seorang capres yang memiliki narasi, tetapi mengedepankan kombinasi adanya kecocokan saja.

Sehingga tujuannya hanya untuk mencari perbedaan sebagai sumber konflik saja, bukan persamaan dan persatuan. Akibatnya, kerap menciptakan konflik yang tidak beralasan.

“Partai Gelora sedari awal menghendaki satu sistem atau desain yang memungkinkan bangsa ini menerima kenyataan bahwa bangsa kita termasuk salah satu bangsa yang paling aneh di dunia, karena bisa mengumpulkan perbedaan dalam jumlah yang begitu banyak. Alhamdulillah kita tetap bisa bersatu, sekarang sudah 78 tahun kita merdeka sebagai bangsa dan negara,” jelasnya.

Fahri mengatakan, para elite nasional dan para pimpinan parpol saat ini baru menyadari, bahwa tingginya presidential threshold (PT) sebesar 20 persen ternyata merugikan mereka.

Akibatnya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan nominasi dalam penentuan capres, dan lebih mengedepankan kombinasi politik pragmatis sesuai dengan kepentingan politik masing-masing.

“Kita syukuri threshold sekarang menyerah pada hasil survei. Kita sekarang seperti meniti jembatan terjal, di kiri dan kanan ada jurang, Maka perlu kebesaran hati untuk tidak memperuncing perbedaan, dan kita bisa selamat, serta mendapatkan presiden baru pada 20 Oktober 2024,” ujarnya.

Presiden terpilih pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 nanti diharapkan dapat mendesain ulang Sistem Pemilu yang terbaik untuk Indonesia, yang bisa mengakomodasi perbedaan untuk persamaan, bukan sebagai sumber konflik.

“Saya kira ikhtiar yang dilakukan PDIP dan Projo, kita tidak bisa menolak. Tetapi dengan tiga kandidat ini, kita memang perlu kebesaran hati, adanya persoalan sistem ini yang harus kita perbaiki ke depan. Kita semua sedang berikhtiar supaya kita selamat di 2024 nanti,” pungkasnya.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs