Jumat, 22 November 2024

Pengamat Militer : Indonesia Jangan Terjebak dalam Konflik Rusia-Ukraina

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Donnie Rahakundini Bakrie pengamat militer dan pertahanan menegaskan, Indonesia harus lebih berhati-hati dalam melihat konflik Rusia-Ukraina agar tidak terjebak dan terjerumus pusaran konflik yang diciptakan Amerika Serikat dan NATO.

” Di mata saya, Rusia tidak melakukan aneksasi atau invasi. Rusia tidak merancang untuk menduduki atau merebut Ukraina, hanya hegemoni Amerika Serikat (AS) dan NATO saja,” kata Connie dalam Gelora Talk ‘Membaca Akhir Konflik Rusia Vs Ukraina dan Bagaimana Posisi Indonesia?’ yang digelar secara daring, Rabu (9/3/2022) petang

Kata Connie, berbagai macam sanksi yang tidak masuk akal kepada Rusia, justru akan membuat Vladimir Putin Presiden Rusia semakin berani dan ‘gila’. Karena Putin mengetahui kelemahan kekuatan AS, Uni Eropa dan NATO, termasuk dalam berdiplomasi.

“Harusnya kita abstain, siapa sih yang ngomongin kita tidak mesti abstain, siapa pembisiknya harus diungkap? Karena saya terlibat di Kemenlu soal pembicaraan perjanjian strategis dengan Rusia. Apa sih yang mau dicapai antara Indonesia Rusia, bagaimana kepentingannya,” ungkapnya.

Connie menilai jika Indonesia belum dimasukkan oleh Putin sebagai negara yang tidak bersahabat dengan Rusia, tinggal menunggu waktu saja.

“Harusnya kita abstain, bukan mendukung resolusi Majelis Umum PBB. Kalau sekarang kita belum masuk negara listnya Rusia, itu karena belum saja menurut saya,” kata Connie.

Sebagai negara yang menggagas berdirinya Gerakan Non Blok, lanjut Connie, Indonesia seharusnya meniru politik diplomasi yang dilakukan oleh Soekarno Presiden RI pertama yang menggabungkan negara-negara di PBB untuk mengimbangi politik besar blok.

“Indonesia harusnya tampil secara diplomatik, bukan ikut-ikutan seperti sekarang. Bung Karno jadi besar, karena kemampuan diplomasinya. Bung Karno sudah mengingatkan, PBB harus adil. Ketika PBB tidak adil, semua ide besar, ide mulia hilang. Makanya saya setuju PBB harus direformasi,” pungkas Connie.

Sekadar diketahui, resolusi Majelis Umum PBB yang menyayangkan agresi Rusia ke Ukraina disetujui oleh 141 dari 181 negara yang hadir melalui voting (pemungutan suara). Sementara 35 negara memilih abstain dan lima negara menolak.

Indonesia, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Timor Leste termasuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang setuju tentang resolusi menyayangkan agresi Rusia terhadap Ukraina.

Negara-negara yang tidak setuju dengan Resolusi Majelis Umum PBB itu adalah Federasi Rusia, Belarusia, Korea Utara, Suriah, dan Eritrea. Kemudian negara-negara yang memilih abstain adalah India, Iran, China, Afrika Selatan, Laos, dan Vietnam.

Namun demikian, resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum dan hanya sebagai refleksi atas opini internasional terhadap peristiwa itu.

Resolusi yang mengikat secara hukum adalah yang diterbitkan oleh Dewan Keamanan PBB. Namun, pada 25 Februari 2022 lalu, Rusia menggunakan hak veto membatalkan resolusi Dewan Keamanan PBB itu.(faz/rst)

Bagikan
Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs