Jumat, 22 November 2024

KTT G20 Bisa Jadi Momentum Indonesia Tingkatkan Politik Diplomasi Internasional

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Prof Hikmahanto Juwana Pakar Hukum Internasional. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Prof Hikmahanto Juwana Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) menegaskan, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 di Bali pada 15 hingga 16 November 2022 mendatang bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan politik diplomasinya di dunia internasional saat ini.

Indonesia bisa mendorong perang Rusia-Ukraina yang sudah berlangsung selama 9 bulan ini, segera diakhiri dan meminta semua negara yang bertikai berkomitmen menjaga perdamain dunia.

Sebab, dunia saat ini di ambang mata terjadinya Perang Dunia (PD) III pasca bergabungnya Belarusia, China, Iran dan Korea Utara ke Rusia melawan NATO, Amerika Serikat (AS) dan sekutunya dalam perang Rusia-Ukraina.

“Ini momentum bagi dunia, kalau Indonesia bisa mempertemukan kepala negara dan kepala pemerintahan dari negara-negara yang bertikai. Saya yakin, itu bisa menjadi nobel prize (penghargaan nobel) bagi presiden, karena bisa menghadirkan perdamaian,” kata Hikmahanto dalam Gelora Talk Bertajuk ‘Babak Baru Perang Rusia-Ukraina dan apa dampaknya bagi Dunia?, Rabu (9/11/2022).

Karena itu, Hikmahanto berharap para diplomat Indonesia bisa mendukung upaya Joko Widodo (Jokowi) Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, terutama Vladimir Putin Presiden Rusia, Joe Biden Presiden AS dan Rishi Sunak Perdana Menteri Inggris hadir di KTT G20.

“Kemudian memfalitasi pertemuan bilateral diantara kepala negara dan kepala pemerintahan yang hadir. Ada pembicaraan cukup 30 menit saja, tidak perlu lama-lama. Tetapi, intinya negara-negara yang bertikai berkomitmen kepada perdamaian,” katanya.

Hikmahanto menilai situasi KTT G20 di Bali saat ini mirip dengan situasi pertemuan Bretton Woods, New Hampshire pada 1944 pasca PD II. Ketika itu, AS dan Inggris selaku pemenang PD II melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), selain membentuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

“Pertemuan G20 ini, sama peristiwa sepertinya Bretton Woods tahun 1944. Negara pemenang berkumpul dan menentukan sistem dunia di masa datang. Bedanya sekarang semua negara bertikai berkumpul, nah kalau Indonesia bisa mempertemukan semua kepala negara dan pemerintahan itu, bisa tercipta perdamaian dunia,” tandasnya.

Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani di sela-sela mewisuda mahasiswanya ini menilai, keberadaan PBB untuk menyelesaikan konflik atau sengketa antar negara sudah tidak efektif lagi, karena tidak bisa mengambil keputusan secara langsung.

“PBB itu tidak efektif, karena hanya diwakili dubes. Nah, di G20 dihadiri langsung kepala negara dan kepala pemerintahan, sehingga akan cepat diambil keputusan. G20 ini sangat krusial, karena tidak ada forum lagi seperti itu dalam waktu dekat,” jelasnya.

Menurut Hikmahanto, banyak negara yang sudah ‘mencolek’ Indonesia, tidak hanya negara yang bertikai saja, tetapi negara-negara lain. Mereka berharap Indonesia bisa memfasilitasi perdamaian, dan perang Rusia-Ukraina diakhiri.

“Semua negara saat ini bergantung kepada Indonesia yang sedang menyelenggarakan G20. Tidak perlu mencari mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi perlu ada komitmen antar negara untuk tidak menggunakan kekerasan, baik dari Rusia dan Ukraina, khususnya Amerika Serikat, Inggris dan negara NATO lainnya yang mendukung Ukraina. Yang penting ada perdamaian, dan kita berharap tidak terjadi Perang Dunia III,” tegasnya.(faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs